Sabtu, 31 Desember 2022

Top Gun: Maverick

Kalau ditanya film apa yang terbaik menurut saya di 2022? Jawab saya pasti, Top Gun: Maverick!

Ya, sekuel film Top Gun yang dahulu kala rilis tahun 1986 ini memang saya nantikan sejak rumornya bermunculan sekira 2019an. Karena pandemi Covid-19, sekual film yang identik dengan Tom Cruise dan "Tom-Cat" ini tertunda rilisnya hingga 2022. Medio 2022, Top Gun: Maverick dirilis, dan konon kabarnya menjadi salah satu film laga udara paling laris ditonton di seluruh dunia.

Top Gun, 1986 (kiri) dan Top Gun: Maverick, 2022 (kanan)

Sedikit flashback, film pertama Top Gun di tahun 80an mungkin terasa biasa-biasa saja bagi para penonton awam yang bukan pecinta dunia pesawat tempur. Alur ceritanya tergolong datar-datar saja. Film ini tak ubahnya hanya bercerita tentang persaingan antar pilot-pilot tempur Angkatan Laut Amerika Serikat (US Navy) dalam memperebutkan tropi sebagai penempur terbaik di sekolah taktik tempur udara elit “Top Gun”. Walau tetap dibumbui drama ala Hollywood, alur cerita Top Gun tahun 1986 tidak terlalu menyuguhkan cerita dengan pesan moral yang banyak. Hanya poin tentang kerjasama dalam satu tim yang saya rasa cukup mengesankan dalam film tersebut. 

Hal yang menurut saya paling istimewa dari film Top Gun tahun 1986 ini adalah aksi-aksi tempur F-14 Tomcat di udara, yang bermanuver hebat melawan A-4 Skyhawk dan pesawat fiktif MiG-28 musuh (yang sebenarnya adalah F-5 Tiger). Menegangkan dan tetap elok dinikmati. F-14 yang berbadan bongsor itu ditampilkan tetap cantik meliuk-liuk bermanuver di udara. O ya, intermezzo saja, kali pertama saya menonton film Top Gun ini sudah termasuk terlambat. Film sejatinya dirilis 1986, namun baru saya tonton dan pahami ceritanya di awal tahun 2000an. Cukup lama ya, tetapi tetap berkesan bagi saya, hehehe… Karena kesan saya terhadap film inilah, maka sekuelnya yang bertitel Top Gun: Maverick memang sudah saya nantikan penayangannya.

Hampir 40 tahun berselang, tentunya banyak hal yang harus berubah dalam sekual film ini. Armada udara yang dipakai dalam film pun berganti; tidak lagi F-14 Tomcat yang menjadi bintang udaranya, melainkan F/A-18 E/F Super Hornet. Di dunia nyata, F-14 sendiri telah dipensiunkan dari US Navy sejak 2006 dan digantikan perannya oleh Super Hornet. Sang tokoh utama, Capt. Mitchell “Maverick”, pun sudah menua, namun masih berpangkat kapten, walaupun sang rekan dan kompetitornya dulu di 1986 diceritakan telah menjadi seorang admiral dan menempati posisi tertinggi di armada laut Pasifik US Navy. 

Ada beberapa hal menarik dari Top Gun: Maverick. Pertama, beberapa adegan film ini tidak jauh berbeda dengan yang ada di film pertama. Persaingan antar pilot-pilot US Navy dalam memperebutkan sebuah posisi dalam tim tetap mewarnai plot film ini. Bedanya dengan film yang pertama adalah, bahwa di film Top Gun: Maverick ini persaingan para pilot tidak lagi untuk meraih tropi di sekolah Top Gun, namun untuk menentukan pilot yang siap menjalankan sebuah misi penyerangan darat di gudang uranium di wilayah musuh.

Kedua, beberapa scene sengaja dibuat mirip antara film pertama dan sekuelnya. Misalnya, adegan Maverick mengadu kecepatan motor gedenya dengan pesawat tempur yang sedang lepas landas di pangkalan sekolah Top Gun. Opening scene, atau adegan pembuka yang dihiasi aktivitas take-off dan landing pesawat-pesawat tempur US Navy di atas dek kapal induk juga sama antara film yang pertama dan sekuelnya ini. Dan, di bagian penutup, adegan yang sama juga dipertontonkan berupa sambutan meriah para awak kapal induk pada Maverick seusai menang bertempur dan mendarat dengan selamat di landas pacu kapal induk.

Ketiga, sepertinya penulis film ini tidak ingin melupakan para fans fanatik F-14 Tomcat. Alih-alih membuat para fans kecewa karena bintang udara dalam film direbut oleh F/A-18E/F Super Hornet, penulis film tetap menghadirkan F-14 Tomcat dalam salah satu adegan utamanya walaupun hanya sebentar. Tomcat memang legendaris, tidak bisa dilepaskan dengan Top Gun. Adegan Si Tomcat ini sebenarnya agak ‘memaksakan’, lantaran F-14 diposisikan sebagai pesawat musuh yang akhirnya “dicuri” dan diterbangkan oleh Maverick. Di dunia nyata, tidak ada pemilik F-14 di luar Amerika Serikat, kecuali Iran. Namun, di film Top Gun: Maverick ini, Tomcat yang dibalut dengan cat putih tidak menunjukkan identitasnya sebagai pesawat milik Iran. Berbeda dengan di film Top Gun 1986. Pesawat musuh yang disinyalir adalah MiG-28 “diperankan” oleh F-5 Tiger. Namun, pesawat ini tetap diberi marking atau simbol bintang merah besar yang menandakan pesawat kepunyaan Uni Soviet yang menjadi seteru Amerika Serikat dan NATO di kala itu. 

Keempat, penulis film sepertinya juga cukup cerdas menyambungkan alur film Top Gun: Maverick dengan plot film Top Gun sebelumnya. Tak sekedar hanya membuat film bernuansa perang udara saja, tetapi juga menyuguhkan drama yang menurut saya cukup emosional. Singkat cerita di film Top Gun 1986, Maverick kehilangan Lt. Bradley “Goose”, seorang tandemnya sebagai weapon system officer (WSO) yang duduk di kursi belakang pesawat Tomcat yang ia kendarai akibat kecelakaan saat sesi terbang di sekolah Top Gun. Kehilangan Goose membuat Maverick cukup terpukul hingga pada akhirnya ia harus berjuang untuk bisa kembali perform saat bertempur di akhir cerita film Top Gun 1986. Di sekuel film ini, Maverick bertemu dengan Rooster, anak dari Goose. Di awal cerita mereka saling berkonflik karena Maverick dianggap menghalangi langkah Rooster untuk menjadi seorang pilot tempur. Konflik akhirnya dituntaskan di pungkasan film Top Gun: Maverick ini. Rooster akhirnya menerima dan menyadari bahwa apa yang dilakukan Maverick adalah sebagai bentuk tanggung jawabnya menggantikan peran Goose sebagai ayah dan menjalankan wasiat dari ibu Rooster sendiri. Cukup menarik, karena tidak ada yang tahu bahwa adegan saat Goose bermain piano di sebuah bar di Top Gun 1986 bersama istri dan anaknya yang masih kecil menjadi jembatan cerita yang menghubungkan film ini dengan Top Gun: Maverick di 2022. Cerita ini terasa cukup mengaduk emosi penonton, terutama yang memang paham dengan film Top Gun yang pertama.

Akhir kata, Top Gun: Maverick ini memang mendapat acungan jempol dari saya. Biasanya saya hanya menonton sebuah film di bioskop hanya sekali, itupun jika filmnya dirasa menarik. Tetapi, untuk Top Gun: Maverick ini, saya sudah dua kali menontonnya di bioskop. Belum lagi, menonton di channel TV kabel di rumah beberapa kali. Dan, Top Gun: Maverick ini telah berhasil membuat saya untuk enggan menonton film di bioskop lagi. Kenapa? Karena saya masih belum menemukan film yang lebih layak ditonton dari Top Gun: Maverick! Hehehee…