Pembaca yang pernah mengirimkan manuskrip ke sebuah jurnal internasional
bisa dipastikan semuanya pernah menerima umpan balik (feedback) atau komentar dari reviewer
yang mengkoreksi naskah tersebut. Bila tidak, patut dicurigai kemana perginya
manuskrip yang dikirimkan, hehehe… Umpan
balik itu bisa jadi sangat manis, namun tidak jarang membuat pusing tujuh
keliling!
Major revision, dua buah kata singkat yang tidak jarang tertulis di kolom status akun
jurnal tempat mengirimkan sebuah manuskrip untuk publikasi ilmiah. Major revision dapat diartikan sebagai
revisi besar. Dengan memasang status ini, editor dan reviewer jurnal tersebut menghendaki revisi besar-besaran pada manuskrip
yang kita kirimkan. Bisa jadi berupa instruksi untuk menjelaskan alasan penggunaan
metode penelitian kita atau mengubah kalimat berbahasa Inggris yang dianggap
kurang tepat penggunaannya. Well,
meski demikian, status revisi mayor tersebut masih tetap lebih baik daripada ditolak
(rejection). Manuskrip dengan major revision masih mempunyai peluang untuk
diterima dan dimuat di jurnal yang bersangkutan, walaupun pernyataan ini
bukanlah sebuah jaminan.
Meski awalnya hampir selalu merasa kecut, sejauh ini saya tetap merasakan
banyak manfaat saat menerima status major
revision. Status revisi mayor saya dapatkan pertama kali saat mengirimkan
manuskrip pertama saya di jurnal Materials
Chemistry and Physics di tahun 2010. Saat itu adalah kali ketiga saya
mengirimkan manuskrip pada sebuah jurnal internasional. Sebelumnya, manuskrip
yang sama sudah ditolak dua kali dengan alasan tulisan saya tadi tidak sesuai
dalam scope atau lingkup topik jurnal
yang bersangkutan. Baca kisah saya ini di tulisan berikut.
Sumber: www.phdcomics.com |
Lantas, mengapa saya merasa cukup senang dengan status tersebut? Yang
jelas, saya saat itu ‘dihibur’ oleh kawan saya yang sudah berpengalaman menulis
artikel di jurnal internasional, bahwa major
revision masih lebih baik daripada ditolak secara langsung. Masih ada
peluang manuskrip tadi diterima, walaupun harus ‘babak belur’ dulu digempur komentar-komentar
pedas para reviewer yang sangat
kritis. Yang kedua, saya menjadi tahu bahwa ternyata umpan balik dari para reviewer
tadi sangatlah detil. Saya belajar bahwa menulis artikel di jurnal yang baik
tidak bisa serampangan, asal selesai, namun harus detil dan bisa
dipertanggungjawabkan isi dan bahasanya.
Status major revision
selanjutnya yang berkesan saya dapatkan saat mengirim manuskrip pada jurnal Applied Surface Science di tahun 2012.
Meski statusnya revisi mayor, saya bersama kawan-kawan penulis manuskrip
tersebut merasa tidak terlalu khawatir. Pertanyaan-pertanyaan dan komentar yang
diberikan reviewer bisa kami jawab
dalam diskusi sehari saja. Saat itu pula, jurnal yang sama baru saja
mempublikasikan tulisan saya yang lain. Sehingga, pikir saya, editor pasti
tidak keberatan menerima tulisan baru saya bersama teman-teman. Dengan percaya
diri, di hari kedua setelah mendapatkan status major revision, kami kirimkan lagi manuskrip yang sudah direvisi
dengan kilat tadi.
Ternyata pikiran saya salah kaprah! Sehari setelah naskah revisi itu
kami kirimkan, kami mendapatkan kabar dari editor. Ditolak! Manuskrip kami
justru ditolak. Editor dengan permintaan maafnya menolak naskah kami. Sebuah
sentilan yang tidak pernah saya lupakan, bahwa editor meminta kami berpikir baik-baik
dalam merespon komentar para reviewer.
Kami tidak perlu terburu-buru dalam mengirimkan revisi manuskrip walaupun merasa
sudah menjawab semua pertanyaan dan komentar para reviewer dengan sangat baik! Editor jurnal internasional yang
bereputasi selalu memberikan kesempatan selama tiga bulan untuk merevisinya.
Status major revision
terakhir berasal dari manuskrip yang sedang saya proses saat tulisan ini diangkat.
Maret 2015 lalu saya mengirimkan manuskrip pada jurnal Powder Technology. Kira-kira dua bulan setelahnya saya mendapatkan
kabar dari editor jurnal tersebut. Isinya tentang revisi mayor yang harus saya
lakukan. Jujur, saya cukup menghela nafas panjang, sepanjang komentar dari dua orang
reviewer yang mencapai hampir dua
halaman kertas A4! Belum pernah saya mendapatkan umpan balik sepanjang ini. Saking
terkejutnya, saya putuskan untuk menunda membaca tuntas komentar para reviewer tadi hingga dua hari lamanya.
Dua hari berselang, saya baca kembali umpan balik para reviewer tersebut sebaik-baiknya. Akhirnya,
saya temukan juga manfaat dari di balik panjangnya komentar-komentar tadi. Yang
jelas, dari sekian banyak komentar yang ada, saya menjadi paham bahwa semuanya
mengarahkan tulisan saya agar fokus pada audiens atau pembaca jurnal tadi.
Semua reviewer menyarankan mengubah
bahkan menghapus beberapa kalimat yang saya pikir penting dan membuat tulisan
menjadi cukup lengkap dalam menjelaskan penelitian saya. Namun, mereka malah
menolaknya. Alasan mereka, kalimat-kalimat tadi ternyata justru terlalu detil dan
sudah menjadi ‘rahasia awam’ pembaca jurnal tersebut. Alhasil, saya harus
mengubah dan menghapus beberapa bagian hingga tulisan saya menjadi lebih
pendek.
Masih
banyak pengalaman lain yang bisa diceritakan tentang major revision ini. Namun, tiga contoh kasus saya di atas rasanya sudah
bisa kita jadikan perhatian saat menulis manuskrip. Tentunya agar manuskrip
yang kita kirimkan semakin baik kualitas isi maupun teknik penulisannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar