Selasa, 12 Mei 2015

Major Revision

Pembaca yang pernah mengirimkan manuskrip ke sebuah jurnal internasional bisa dipastikan semuanya pernah menerima umpan balik (feedback) atau komentar dari reviewer yang mengkoreksi naskah tersebut. Bila tidak, patut dicurigai kemana perginya manuskrip yang dikirimkan, hehehe… Umpan balik itu bisa jadi sangat manis, namun tidak jarang membuat pusing tujuh keliling!

Major revision, dua buah kata singkat yang tidak jarang tertulis di kolom status akun jurnal tempat mengirimkan sebuah manuskrip untuk publikasi ilmiah. Major revision dapat diartikan sebagai revisi besar. Dengan memasang status ini, editor dan reviewer jurnal tersebut menghendaki revisi besar-besaran pada manuskrip yang kita kirimkan. Bisa jadi berupa instruksi untuk menjelaskan alasan penggunaan metode penelitian kita atau mengubah kalimat berbahasa Inggris yang dianggap kurang tepat penggunaannya. Well, meski demikian, status revisi mayor tersebut masih tetap lebih baik daripada ditolak (rejection). Manuskrip dengan major revision masih mempunyai peluang untuk diterima dan dimuat di jurnal yang bersangkutan, walaupun pernyataan ini bukanlah sebuah jaminan.

Meski awalnya hampir selalu merasa kecut, sejauh ini saya tetap merasakan banyak manfaat saat menerima status major revision. Status revisi mayor saya dapatkan pertama kali saat mengirimkan manuskrip pertama saya di jurnal Materials Chemistry and Physics di tahun 2010. Saat itu adalah kali ketiga saya mengirimkan manuskrip pada sebuah jurnal internasional. Sebelumnya, manuskrip yang sama sudah ditolak dua kali dengan alasan tulisan saya tadi tidak sesuai dalam scope atau lingkup topik jurnal yang bersangkutan. Baca kisah saya ini di tulisan berikut.

Sumber: www.phdcomics.com
Lantas, mengapa saya merasa cukup senang dengan status tersebut? Yang jelas, saya saat itu ‘dihibur’ oleh kawan saya yang sudah berpengalaman menulis artikel di jurnal internasional, bahwa major revision masih lebih baik daripada ditolak secara langsung. Masih ada peluang manuskrip tadi diterima, walaupun harus ‘babak belur’ dulu digempur komentar-komentar pedas para reviewer yang sangat kritis. Yang kedua, saya menjadi tahu bahwa ternyata umpan balik dari para reviewer tadi sangatlah detil. Saya belajar bahwa menulis artikel di jurnal yang baik tidak bisa serampangan, asal selesai, namun harus detil dan bisa dipertanggungjawabkan isi dan bahasanya.

Status major revision selanjutnya yang berkesan saya dapatkan saat mengirim manuskrip pada jurnal Applied Surface Science di tahun 2012. Meski statusnya revisi mayor, saya bersama kawan-kawan penulis manuskrip tersebut merasa tidak terlalu khawatir. Pertanyaan-pertanyaan dan komentar yang diberikan reviewer bisa kami jawab dalam diskusi sehari saja. Saat itu pula, jurnal yang sama baru saja mempublikasikan tulisan saya yang lain. Sehingga, pikir saya, editor pasti tidak keberatan menerima tulisan baru saya bersama teman-teman. Dengan percaya diri, di hari kedua setelah mendapatkan status major revision, kami kirimkan lagi manuskrip yang sudah direvisi dengan kilat tadi.

Ternyata pikiran saya salah kaprah! Sehari setelah naskah revisi itu kami kirimkan, kami mendapatkan kabar dari editor. Ditolak! Manuskrip kami justru ditolak. Editor dengan permintaan maafnya menolak naskah kami. Sebuah sentilan yang tidak pernah saya lupakan, bahwa editor meminta kami berpikir baik-baik dalam merespon komentar para reviewer. Kami tidak perlu terburu-buru dalam mengirimkan revisi manuskrip walaupun merasa sudah menjawab semua pertanyaan dan komentar para reviewer dengan sangat baik! Editor jurnal internasional yang bereputasi selalu memberikan kesempatan selama tiga bulan untuk merevisinya.

Status major revision terakhir berasal dari manuskrip yang sedang saya proses saat tulisan ini diangkat. Maret 2015 lalu saya mengirimkan manuskrip pada jurnal Powder Technology. Kira-kira dua bulan setelahnya saya mendapatkan kabar dari editor jurnal tersebut. Isinya tentang revisi mayor yang harus saya lakukan. Jujur, saya cukup menghela nafas panjang, sepanjang komentar dari dua orang reviewer yang mencapai hampir dua halaman kertas A4! Belum pernah saya mendapatkan umpan balik sepanjang ini. Saking terkejutnya, saya putuskan untuk menunda membaca tuntas komentar para reviewer tadi hingga dua hari lamanya.

Dua hari berselang, saya baca kembali umpan balik para reviewer tersebut sebaik-baiknya. Akhirnya, saya temukan juga manfaat dari di balik panjangnya komentar-komentar tadi. Yang jelas, dari sekian banyak komentar yang ada, saya menjadi paham bahwa semuanya mengarahkan tulisan saya agar fokus pada audiens atau pembaca jurnal tadi. Semua reviewer menyarankan mengubah bahkan menghapus beberapa kalimat yang saya pikir penting dan membuat tulisan menjadi cukup lengkap dalam menjelaskan penelitian saya. Namun, mereka malah menolaknya. Alasan mereka, kalimat-kalimat tadi ternyata justru terlalu detil dan sudah menjadi ‘rahasia awam’ pembaca jurnal tersebut. Alhasil, saya harus mengubah dan menghapus beberapa bagian hingga tulisan saya menjadi lebih pendek.

Masih banyak pengalaman lain yang bisa diceritakan tentang major revision ini. Namun, tiga contoh kasus saya di atas rasanya sudah bisa kita jadikan perhatian saat menulis manuskrip. Tentunya agar manuskrip yang kita kirimkan semakin baik kualitas isi maupun teknik penulisannya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar