Perjalanan ke tempat baru selalu membawa kesan dan cerita bagi siapa pun yang menjalaninya. Pada akhir tahun 2025 ini, saya berkesempatan mengunjungi dua kampus di Singapura. Momen ini menjadi pengalaman pertama saya menjejakkan kaki di salah satu negara terdekat dengan Indonesia. Meski jaraknya sangat dekat, jalan hidup saya tidak menjadikan Singapura sebagai negara asing pertama yang saya kunjungi.
Salah satu hal yang selalu
menarik perhatian saya ketika berkunjung ke suatu tempat, terutama negara lain,
adalah sistem transportasi publiknya. Kereta, Mass Rapid Transit (MRT),
maupun bus selalu menjadi hal-hal yang sering saya amati.
Singapura, sebagaimana
negara-negara maju lainnya, telah memiliki sistem transportasi publik yang
baik. Konektivitas antar titik naik-turun penumpang maupun antar moda
terintegrasi dengan baik, sementara ketepatan waktu kedatangan armada dapat
dikatakan cukup akurat sesuai jadwal. Selama perjalanan, saya menggunakan dua
moda transportasi publik untuk mencapai berbagai tujuan, yaitu bus dan MRT.
Menariknya, jadwal serta jalur keduanya kini dapat diakses melalui Google Maps,
sehingga sangat memudahkan penumpang.
MRT mungkin sudah dianggap lumrah
dengan ketepatan dan kecepatannya yang mumpuni, bahkan pernah menjadi inspirasi
bagi sistem transportasi di beberapa kota besar di Indonesia. Namun, yang cukup
menarik bagi saya adalah bus kota di Singapura. Secara umum, bus kota di sana
mirip dengan yang ada di Eropa. Bahkan, sebagian armadanya identik dengan bus
di Belanda. Misalnya, bus satu lantai Mercedes-Benz Citaro memiliki bentuk dan
interior yang sama dengan bus kota di Belanda: lantai rendah dan konfigurasi tempat
duduk yang serupa. Selain itu, terdapat pula bus tingkat (double-decker)
yang memungkinkan penumpang duduk di lantai atas. Namun, sebagaimana bus
tingkat pada umumnya, penumpang di lantai atas berisiko mengalami pusing akibat
goyangan bus.
![]() |
| Armada bus kota di Singapura di sebuah stasiun perhentian bus |
![]() |
| Halte perhentian bus di Singapura |
Saya sendiri menyaksikan langsung
di sebuah halte, ketika seorang penumpang pengguna kursi roda hendak naik bus.
Sang captain segera turun dari ruang kemudi, membuka dek penyambung agar
kursi roda dapat masuk, lalu memastikan posisi penumpang aman di dalam bus
sebelum kembali ke kokpit.
![]() |
| Suasana di dek atas bus double decker di Singapura |
Apakah bus menjangkau seluruh
wilayah Singapura? Berdasarkan pengalaman saya yang masih terbatas di pusat
kota dan beberapa universitas, bus memang menjangkau berbagai titik, dari Orchard Road yang tersohor itu hingga ke Changi Airport. Armada bus tersedia dalam jumlah yang cukup banyak,
sehingga memudahkan mobilitas sehari-hari.
![]() |
| Bus kota di Orchard Road |
Apakah bus juga sering menemui
kemacetan? Tentu saja, namun dari pengamatan saya, kemacetan di Singapura tidak
separah yang terjadi di kota-kota besar di Indonesia. Lalu lintas tetap relatif
lancar, sehingga perjalanan dengan bus terasa lebih nyaman dan terprediksi.

.jpeg)
.jpeg)
.jpeg)



