Minggu, 21 Januari 2024

Serba-serbi Cuci Mobil

Bagi banyak orang mungkin cuci mobil adalah aktivitas yang membosankan, bahkan diabaikan, walaupun mereka tahu pentingnya melakukan hal ini. Cuci mobil biasanya cukup diserahkan saja ke tempat pencucian. Paling tidak, hanya dengan kisaran lima puluh ribu rupiah mobil sudah bersih kembali. Tetapi, uang sebesar lima puluh ribu rupiah ini sayang juga bila harus dikeluarkan terlalu sering hanya untuk cuci mobil. Lumayanlah, dengan nominal ini, makan di warung bisa sampai dua kali, atau dengan menu secukupnya bisa tiga kali atau makan sehari. Di sisi lain, mobil yang kotor, atau sangat amat kumal, berdebu dan sarat dengan lumpur, memang tidak nyaman dilihat. Di musim hujan, bodi mobil selalu terlumuri air hujan, yang konon pada saat ini tingkat keasamannya sudah lebih tinggi dibandingkan tempo dulu. Bahkan, efek jangka panjangnya bisa jadi perusak beberapa komponen mobil, terutama sasis atau bodi berkarat akibat terekspos air kotor dalam durasi yang lama. Karenanya, cuci mobil sendiri mungkin bisa menjadi salah satu alternatif merawat mobil kita secara hemat.

Nikmatnya ngopi sambil menunggu cuci mobil


Tentunya, mencuci mobil ada tekniknya. Tidak bisa asal semprot atau guyur mobil kita dengan air lalu dikeringkan. Beberapa tips dari saya untuk mencuci mobil sendiri:


  1. Jika mobil dalam keadaan kering namun sarat dengan debu, sisa-sisa lumpur, tanah atau kotoran-kotoran padat lainnya, maka ia jangan langsung digosok dengan kain lap dan air sabun. Bila hal ini dilakukan, maka kotoran-kotoran yang menempel tidak bisa jadi justru akan menjadi semacam kerikil-kerikil tajam yang akan menggores bodi mobil. Langkah awal yang perlu dilakukan adalah bilas seluruh bodi terlebih dahulu dengan air bersih hingga kotoran-kotoran tadi lepas dari bodi mobil. Kita bisa menggunakan usapan telapak tangan, baik dengan atau tanpa sarung tangan, untuk membantu melepaskan kotoran-kotoran tadi. Lakukan usapan dengan lembut dan guyur dengan tambahan air bersih pada area dimana kotoran masih sulit dilepaskan. Bila bagian kolong roda dirasa sangat kotor penuh dengan sisa-sisa lumpur, maka bersihkan daerah ini terlebih dahulu.

  2. Bila seluruh bodi mobil sudah bersih dari kotoran-kotoran yang menempel, kita dapat melanjutkan dengan mencuci bodi mobil dengan air sabun. Perlu diingat, kita perlu aware dengan sabun yang dipakai. Tidak bisa asal sabun yang dipakai. Cara paling aman adalah dengan memilih merek sabun yang memang sudah dikenal baik di dunia otomotif, tidak sekadar murah. Pemilihan sabun yang salah bisa berimbas fatal, misal justru akan membuat bodi mobil kusam atau bahkan bila zat-zat dalam sabun terlalu kuat akan merusak lapisan cat mobil. Ketika kita menyabun mobil, lakukan dari atas ke bawah, dari bagian atap, kap lalu menuju ke bagian bawah. Hal ini dilakukan agar kotoran di bawah mobil tidak terbawa ke atas bila diambil arah sebaliknya. Kita dapat menggunakan spons atau kain fiber halus yang menyerap air untuk membantu mengusap air sabun. Bahan berpori seperti ini baik, agar kotoran-kotoran yang masih ada di bodi mobil tertangkap, tidak tergencet hingga dapat menggores bodi mobil. Selanjutnya, guyur kembali seluruh bodi mobil secara merata dengan air bersih, juga dengan arah guyuran dari bagian atas menuju bawah mobil. Dengan cara demikian, kita bisa lebih hemat dalam menggunakan air bersih, karena guyuran air dari atas akan turut membilas bagian bodi yang lebih bawah posisinya.

  3. Setelah mobil bersih dari air sabun, lakukan pengeringan dengan lap halus, misalnya lap berbahan microfiber, untuk mengambil sisa-sisa air yang berada di permukaan bodi mobil. Pada tahap ini, kita bisa juga menggunakan lap kanebo, yang mempunyai kemampuan menyerap air dengan baik. Meski demikian, penggunaan kain kanebo perlu hati-hati, karena bahan ini tidak berpori, sehingga dikhawatirkan kotoran kecil yang masih ada di bodi akan tergencet dan menggores saat diusapkan. Juga perlu diingat, bahwa upayakan pengeringan ini benar-benar tuntas di sekujur bodi mobil. Tidak hanya pada permukaan bodi yang tampak saja, tetapi juga di sela-sela lekukan bodi, ujung dan pinggiran pintu-pintu, karet-karet sil pintu, gagang pintu bahkan hingga di bagian-bagian di bawah kap dimana air terperangkap di sana. Korosi pada mobil biasanya muncul justru di daerah-daerah lekuk dan tersembunyi seperti ini, salah satunya karena sisa-sisa air yang terperangkap dan bertahan lama di area tersebut.

  4. Jangan lupa untuk membersihkan bagian interior mobil. Tentunya, alat paling efektif untuk membantu pembersihan interior ini adalah vacuum cleaner. Ya, alat ini tak ubahnya senjata utama untuk menyedot semua kotoran, terutama remah-remah sisa makanan atau kotoran yang lain. Lakukan pembersihan secara merata, baik di bagian jok maupun lantai mobil, termasuk karpet dasar yang umumnya tersembunyi di balik karpet penutupnya. Bagian panel dashboard dan panel pintu dalam mobil juga perlu dibersihkan dengan cairan pembersih yang aman, karena agar mengkilap kembali dan bebas dari sisa-sisa minyak yang seringkali menempel karena jari tangan kita sehabis makan atau memegang benda berminyak lainnya. Bila karpet mobil juga turut dicuci dengan air, perlu dipastikan bahwa karpet-karpet ini kita masukkan kembali ke dalam mobil dalam keadaan kering. Karpet yang masih basah kemungkinan besar akan membasahi bagian lain, yang dikhawatirkan membuat interior lembab dan mendukung tumbuhnya jamur. 

  5. Bersihkan velg dan ban juga, bila kita masih punya waktu. Velg ini mudah membersihkannya, tinggal kita usap dengan air sabun sisa membersihkan bodi mobil dan guyuran air bersih. Kemudian, keringkan velg dengan kain bersih juga. Sementara, ban mobil bisa juga disemir, agar semakin tampak bersih.  

  6. Tahap akhir dari proses cuci mobil ini adalah pengecekan kembali semua bagian mobil hingga tidak ada sisa-sisa air yang ada di bodi mobil. Tahap ini boleh juga kita tunda sampai kira-kira setengah jam, agar sisa-sisa air semua keluar dan tinggal dilap untuk dibersihkan. Bila mobil biasanya diparkir di rumah dalam keadaan ditutup kain atau plastik cover, lebih baik tunda dulu untuk menutupnya. Biarkan ia kering terlebih dahulu, walaupun tanpa menjemurnya di bawah sinar matahari. 


Enam tahapan di atas bisa dicoba dengan peralatan yang relatif sederhana yang bisa dibeli di supermarket. Bahan utamanya antara lain hanya sabun cuci mobil, pembersih panel interior dan air bersih saja. Sementara itu, alat yang digunakan hanya kain lap, walaupun jumlahnya tentu harus lebih dari satu buah, serta vacuum cleaner. Sesekali waktu, boleh juga mobil kita bawa ke tempat pencucian mobil yang mempunyai peralatan lengkap dan prosedur pencucian yang benar. Di sana, peralatan cukup memadai, terutama untuk membersihkan bagian kolong dan spakbor roda, yang biasanya dipenuhi tanah dan lumpur mengering. Sambil menikmati kopi yang biasanya tersedia di kafe tempat pencucian mobil, kita bisa healing memandangi mobil kita yang tengah dicuci. Tentunya, menjadi momen belajar juga dari proses mencuci mobil yang dilakukan di gerai cuci mobil tersebut.


Minggu, 31 Desember 2023

Satu Dekade

Satu dekade sudah blog ini resmi beredar di dunia maya. Sepuluh tahun lalu, tepatnya November 2013, saya mengawali menulis apapun yang saya rasa menarik untuk ditulis di blog ini. Di era itu, bahasa tulis masih menjadi bahasa ekspresi di dunia maya. Beda dengan zaman sekarang, bahasa tulis mungkin sudah kalah populer dengan audio-visual, semacam video panjang maupun pendek yang diunggah di berbagai platform media sosial. 

Seperti yang pernah saya utarakan di beberapa postingan awal blog ini, bahwa ide membuat blog ini hanya murni didasari keinginan saya untuk mendapatkan platform yang memberikan ruang kebebasan yang lebih luas dibandingkan media surat kabar. Beberapa bulan sebelum blog ini rilis, saya sudah menulis beberapa artikel yang saya unggah di Kompasiana, sebuah platform keren yang memfasilitasi para citizen journalist menuliskan ide, gagasan hingga cerita maupun berita. Namun, lambat laun, saya merasa ada hal-hal yang mungkin lebih tepat kiranya disampaikan secara lebih detail di platform yang dikelola sendiri. Jadilah, blog bertitel My Notes ini rilis, di penghujung 2013, ketika cuaca dingin mulai menyelimuti Kota Delft tempat saya memulai semuanya ini. 

Sepuluh tahun berlalu. Blog ini telah melalui empat masa besar dalam hidup saya, yakni masa rantau di benua seberang (2013-2016), masa kembali ke tanah air (2017-2019), masa pandemi Covid-19 (2020-2021) dan masa post-pandemi (2022-sekarang). Blog ini juga melewati masa pasang dan surut semangat saya dalam menulis. Namun, sepuluh tahun bukanlah waktu yang pendek. Sepuluh tahun adalah sebuah masa dimana konsistensi saya dalam mengisi blog ini diuji. Dan, akhir kata, saya berharap blog ini akan terus dan terus ada. Terus bernafas di antara sela-sela kehidupan yang semakin ramai oleh dunia baru bernama Youtube, Tiktok, Reels Instagram dan sejenisnya.

Sabtu, 31 Desember 2022

Top Gun: Maverick

Kalau ditanya film apa yang terbaik menurut saya di 2022? Jawab saya pasti, Top Gun: Maverick!

Ya, sekuel film Top Gun yang dahulu kala rilis tahun 1986 ini memang saya nantikan sejak rumornya bermunculan sekira 2019an. Karena pandemi Covid-19, sekual film yang identik dengan Tom Cruise dan "Tom-Cat" ini tertunda rilisnya hingga 2022. Medio 2022, Top Gun: Maverick dirilis, dan konon kabarnya menjadi salah satu film laga udara paling laris ditonton di seluruh dunia.

Top Gun, 1986 (kiri) dan Top Gun: Maverick, 2022 (kanan)

Sedikit flashback, film pertama Top Gun di tahun 80an mungkin terasa biasa-biasa saja bagi para penonton awam yang bukan pecinta dunia pesawat tempur. Alur ceritanya tergolong datar-datar saja. Film ini tak ubahnya hanya bercerita tentang persaingan antar pilot-pilot tempur Angkatan Laut Amerika Serikat (US Navy) dalam memperebutkan tropi sebagai penempur terbaik di sekolah taktik tempur udara elit “Top Gun”. Walau tetap dibumbui drama ala Hollywood, alur cerita Top Gun tahun 1986 tidak terlalu menyuguhkan cerita dengan pesan moral yang banyak. Hanya poin tentang kerjasama dalam satu tim yang saya rasa cukup mengesankan dalam film tersebut. 

Hal yang menurut saya paling istimewa dari film Top Gun tahun 1986 ini adalah aksi-aksi tempur F-14 Tomcat di udara, yang bermanuver hebat melawan A-4 Skyhawk dan pesawat fiktif MiG-28 musuh (yang sebenarnya adalah F-5 Tiger). Menegangkan dan tetap elok dinikmati. F-14 yang berbadan bongsor itu ditampilkan tetap cantik meliuk-liuk bermanuver di udara. O ya, intermezzo saja, kali pertama saya menonton film Top Gun ini sudah termasuk terlambat. Film sejatinya dirilis 1986, namun baru saya tonton dan pahami ceritanya di awal tahun 2000an. Cukup lama ya, tetapi tetap berkesan bagi saya, hehehe… Karena kesan saya terhadap film inilah, maka sekuelnya yang bertitel Top Gun: Maverick memang sudah saya nantikan penayangannya.

Hampir 40 tahun berselang, tentunya banyak hal yang harus berubah dalam sekual film ini. Armada udara yang dipakai dalam film pun berganti; tidak lagi F-14 Tomcat yang menjadi bintang udaranya, melainkan F/A-18 E/F Super Hornet. Di dunia nyata, F-14 sendiri telah dipensiunkan dari US Navy sejak 2006 dan digantikan perannya oleh Super Hornet. Sang tokoh utama, Capt. Mitchell “Maverick”, pun sudah menua, namun masih berpangkat kapten, walaupun sang rekan dan kompetitornya dulu di 1986 diceritakan telah menjadi seorang admiral dan menempati posisi tertinggi di armada laut Pasifik US Navy. 

Ada beberapa hal menarik dari Top Gun: Maverick. Pertama, beberapa adegan film ini tidak jauh berbeda dengan yang ada di film pertama. Persaingan antar pilot-pilot US Navy dalam memperebutkan sebuah posisi dalam tim tetap mewarnai plot film ini. Bedanya dengan film yang pertama adalah, bahwa di film Top Gun: Maverick ini persaingan para pilot tidak lagi untuk meraih tropi di sekolah Top Gun, namun untuk menentukan pilot yang siap menjalankan sebuah misi penyerangan darat di gudang uranium di wilayah musuh.

Kedua, beberapa scene sengaja dibuat mirip antara film pertama dan sekuelnya. Misalnya, adegan Maverick mengadu kecepatan motor gedenya dengan pesawat tempur yang sedang lepas landas di pangkalan sekolah Top Gun. Opening scene, atau adegan pembuka yang dihiasi aktivitas take-off dan landing pesawat-pesawat tempur US Navy di atas dek kapal induk juga sama antara film yang pertama dan sekuelnya ini. Dan, di bagian penutup, adegan yang sama juga dipertontonkan berupa sambutan meriah para awak kapal induk pada Maverick seusai menang bertempur dan mendarat dengan selamat di landas pacu kapal induk.

Ketiga, sepertinya penulis film ini tidak ingin melupakan para fans fanatik F-14 Tomcat. Alih-alih membuat para fans kecewa karena bintang udara dalam film direbut oleh F/A-18E/F Super Hornet, penulis film tetap menghadirkan F-14 Tomcat dalam salah satu adegan utamanya walaupun hanya sebentar. Tomcat memang legendaris, tidak bisa dilepaskan dengan Top Gun. Adegan Si Tomcat ini sebenarnya agak ‘memaksakan’, lantaran F-14 diposisikan sebagai pesawat musuh yang akhirnya “dicuri” dan diterbangkan oleh Maverick. Di dunia nyata, tidak ada pemilik F-14 di luar Amerika Serikat, kecuali Iran. Namun, di film Top Gun: Maverick ini, Tomcat yang dibalut dengan cat putih tidak menunjukkan identitasnya sebagai pesawat milik Iran. Berbeda dengan di film Top Gun 1986. Pesawat musuh yang disinyalir adalah MiG-28 “diperankan” oleh F-5 Tiger. Namun, pesawat ini tetap diberi marking atau simbol bintang merah besar yang menandakan pesawat kepunyaan Uni Soviet yang menjadi seteru Amerika Serikat dan NATO di kala itu. 

Keempat, penulis film sepertinya juga cukup cerdas menyambungkan alur film Top Gun: Maverick dengan plot film Top Gun sebelumnya. Tak sekedar hanya membuat film bernuansa perang udara saja, tetapi juga menyuguhkan drama yang menurut saya cukup emosional. Singkat cerita di film Top Gun 1986, Maverick kehilangan Lt. Bradley “Goose”, seorang tandemnya sebagai weapon system officer (WSO) yang duduk di kursi belakang pesawat Tomcat yang ia kendarai akibat kecelakaan saat sesi terbang di sekolah Top Gun. Kehilangan Goose membuat Maverick cukup terpukul hingga pada akhirnya ia harus berjuang untuk bisa kembali perform saat bertempur di akhir cerita film Top Gun 1986. Di sekuel film ini, Maverick bertemu dengan Rooster, anak dari Goose. Di awal cerita mereka saling berkonflik karena Maverick dianggap menghalangi langkah Rooster untuk menjadi seorang pilot tempur. Konflik akhirnya dituntaskan di pungkasan film Top Gun: Maverick ini. Rooster akhirnya menerima dan menyadari bahwa apa yang dilakukan Maverick adalah sebagai bentuk tanggung jawabnya menggantikan peran Goose sebagai ayah dan menjalankan wasiat dari ibu Rooster sendiri. Cukup menarik, karena tidak ada yang tahu bahwa adegan saat Goose bermain piano di sebuah bar di Top Gun 1986 bersama istri dan anaknya yang masih kecil menjadi jembatan cerita yang menghubungkan film ini dengan Top Gun: Maverick di 2022. Cerita ini terasa cukup mengaduk emosi penonton, terutama yang memang paham dengan film Top Gun yang pertama.

Akhir kata, Top Gun: Maverick ini memang mendapat acungan jempol dari saya. Biasanya saya hanya menonton sebuah film di bioskop hanya sekali, itupun jika filmnya dirasa menarik. Tetapi, untuk Top Gun: Maverick ini, saya sudah dua kali menontonnya di bioskop. Belum lagi, menonton di channel TV kabel di rumah beberapa kali. Dan, Top Gun: Maverick ini telah berhasil membuat saya untuk enggan menonton film di bioskop lagi. Kenapa? Karena saya masih belum menemukan film yang lebih layak ditonton dari Top Gun: Maverick! Hehehee…

Sabtu, 20 November 2021

Honest Thief

Liam Neeson mungkin adalah salah satu aktor yang saya suka terutama ketika ia memerankan tokoh protagonis yang ke-bapak-bapak-an, dewasa, cerdas, tenang tetapi tangguh dan hebat dalam aksi laganya. Film Taken yang ia bintangi di 2008 memberi saya kesan tentang karakter tersebut pada aktor jangkung ini. Di film tersebut, ia berperan sebagai seorang ayah dan mantan agen CIA yang berjuang sendiri melawan gerombolan penculik anaknya yang sedang berlibur ke Eropa. Apik, ciamik walau memang tetap ada sisi-sisi yang impossible – ya namanya saja film, namun tetap dibalut dengan drama yang kadang menguras emosi saya. Nah, di masa pandemi ini, Liam Neeson muncul kembali di film Honest Thief, yang rilis di 2020. 


Liam memerankan tokoh Tom Dolan, seorang mantan marinir yang menjadi perampok bank yang teliti, rapi dalam bekerja sehingga ia tak terdeteksi dan menjadi buruan FBI selama delapan tahun. Tom tak pernah tertangkap selama itu. Namun, bukan kepiawaiannya merampok bank itu yang diceritakan dalam film ini. Honest Thief lebih bercerita tentang Tom yang ingin bertobat setelah ia bertemu dengan kekasihnya, Annie Wilkins, yang membuatnya sadar diri atas beban kesalahannya merampok bank selama itu. Tom berniat menyerahkan diri ke FBI. Namun, proses ia menyerahkan diri membuatnya harus berhadapan dengan dua agen FBI culas, yakni John Nivens dan Ramon Hall. Singkat cerita, Tom harus berjuang sendiri karena ia dituduh menjadi pembunuh seorang agen FBI senior yang sebenarnya ditembak oleh Nivens. Meski aksi Liam Neeson sebenarnya tidak sehebat saat ia memerankan Brian di film Taken, ada beberapa hal menarik, terutama tentang beragam karakter tokoh yang bermain di di Honest Thief ini.

Tokoh yang pertama tentu saja Tom Dolan yang diperankan Neeson. Seperti saya sebut sebelumnya, karakter Tom ini mirip dengan Brian di film Taken. Tom adalah orang yang tak gentar ketika ia harus menghadapi sendiri musuh-musuhnya, berbekal pengalaman yang ia peroleh saat berdinas di CIA atau militer. Baik Tom maupun Brian sama-sama memegang prinsip: ketika jalur hukum tidak bisa menyelesaikan atau tidak memihak kepadanya yang benar, maka ia akan menggunakan cara sendiri untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Tokoh kedua adalah agen Nivens dan agen Hall. Kedua tokoh antagonis ini awalnya berkarakter baik, karena menyandang status sebagai agen FBI. Namun, karena mereka, terutama Nivens, melihat uang jutaan dollar hasil rampokan Tom, ia kalap dan mengajak Hall untuk menyembunyikan uang tersebut, alih-alih melaporkan ke atasannya sebagai barang bukti, seperti pinta Tom saat ingin menyerahkan diri. Nivens justru ingin membunuh Tom untuk menghilangkan jejak. Namun, ketika pistol ditodongkan, tembakan justru tertuju pada agen Baker, tokoh FBI senior yang menjadi atasan Nivens dan Hall. Nivens khawatir Baker telah mengendus rencana busuknya menggelapkan barang bukti. Agak berlainan dengan Nivens, agen Hall ini justru lebih ‘baik’ karakternya. Ia tidak ingin gegabah menodongkan pistol, bahkan sempat mencegah Nivens menggelapkan uang bukti tersebut, menyimpan bukti SD card berisi video keduanya mengangkuti kotak-kotak penuh uang, serta menguak kebenaran di depan Tom saat berhadapan dengan Nivens. Namun, tetap saja, Hall terpaksa mengikuti kemauan rekannya itu. Adalah istri Hall yang dalam cerita berusaha menyadarkan Hall atas kebenaran. Sayang, agen Hall diceritakan tumbang ditembak oleh Nivens sendiri.

Tokoh ketiga adalah agen Sean Meyers, rekan agen Baker yang juga menjadi atasan Nivens dan Hall. Meyers diceritakan sebagai tokoh yang berusaha mencari kebenaran, bukan lantas membabi buta membela anak buahnya yang sedang berusaha memutarbalikkan fakta tentang Tom. Pada akhirnya, Meyers pun tahu bahwa Nivens-lah yang bersalah. 

Boleh dibilang film Honest Thief ini memang tidak terlalu istimewa. Namun, yang menarik adalah karakter-karakter tokoh yang dibuat sedekat dan sealami mungkin seperti dalam kehidupan manusia. Manusia mudah tergoda oleh harta yang banyak. Juga, sebuah pesan lain yang disampaikan dalam film ini adalah: upaya menutupi kesalahan akan memberikan efek domino pada diri seseorang untuk membuat kesalahan yang lain. Pesan ini digambarkan pada tokoh Nivens. Ia berusaha menutupi kesalahan menggelapkan uang sebagai barang bukti kejahatan Tom. Ketakutannya akan terkuak membuat ia menembak agen Baker dan berusaha membunuh Annie, yang menjadi saksi mata saat Nivens dan Hall membawa kardus berisi uang tersebut. 


Senin, 15 November 2021

Memburu Majalah Angkasa

Bagi yang gandrung dunia penerbangan, majalah Angkasa di tahun '90an mungkin bagaikan oase di padang pasir. Mau mencari foto-foto eksklusif pesawat F-16 sampai jumbo jet Boeing 747, ada di majalah bulanan itu. Mau mencari artikel tentang profil 'bintang film' Top Gun yang sebenarnya (baca: F-14 Tomcat), majalah ini berulangkali mengulasnya. Tidak seperti sekarang, cukup kita cari di mbah Google, keluarlah semua informasi atau foto-foto yang diinginkan. Boleh dikata sebelum krisis moneter 1998 adalah periode emas majalah setebal 80 halaman ini. 


Angkasa menarik perhatian saya di tahun 1996, tepatnya sebelum Indonesian Air Show (IAS '96), bulan Juni di tahun yang sama. Entah kenapa, di masa kelas satu SMP, saya lebih suka membaca majalah ini, bukan majalah-majalah sepakbola atau majalah remaja ketika itu. Meski begitu, majalah Angkasa masih merupakan barang mewah. Harganya yang mencapai Rp. 8.000,- per eksemplar terlalu mahal buat anak SMP yang masih menggantungkan uang saku dari orang tua. Jadilah, membeli majalah ini dilakukan tidak rutin, hanya bisa beli ketika diajak bapak ke toko buku atau membuka tabungan. 

Namun, namanya saja getol, gandrung alias suka betul tentang pesawat terbang, aksi blusukan pun rela saya lakukan. Blusukan ke pasar loak, mencari edisi bekas dari majalah ini. Tercatat yang sering disinggahi dulu adalah pasar buku di Kawasan Shopping Centre di Jalan Senopati Jogja (sekarang menjadi Taman Pintar) dan penjual majalah bekas di depan Ramai Mall Malioboro. Dagangan bapak-bapak di kawasan Malioboro ini unik. Majalah Angkasa bisa saya temukan dalam bentuk 'new old stock' (NOS), alias masih baru tapi edisi lama. Dan, tentunya harganya miring, dijual hingga seharga dua sampai empat ribuan saja.

Cerita di Shopping Centre lain lagi. Memang saya sama sekali tidak pernah menemukan majalah dalam kondisi NOS. Namun, saya sering mendapati majalah ini yang sudah berjilid-jilid dan dihargai sangat miring. Selain itu, saya dapatkan juga edisi pertama dari Angkasa semenjak ia menjadi bagian dari Penerbit Kompas di tahun 1990, seperti di foto ini. Sebelumnya, Angkasa adalah majalah internal milik TNI Angkatan Udara. Headline yang diangkat di edisi perdana ini adalah tentang Perang Teluk jilid I. Membaca edisi ini mengingatkan masa ketika saya masih kelas 1 SD yang sayup-sayup mendengar tentang perang besar pertama di era dunia modern.

Setelah bekerja dan bisa punya income sendiri, hampir setiap bulan saya bisa membeli Angkasa di kios-kios pinggir jalan. Hingga 2014, kebiasaan ini berlangsung. Sampai pada akhirnya saya dengar majalah ini berhenti diproduksi pada 2017. 


Rabu, 30 September 2020

Ford v Ferrari

Tak mengherankan jika kemudian film "Ford v Ferrari" menjadi salah satu film terbaik tahun 2019. Dua penghargaan Oscar diraih, untuk kategori film dan sound editing terbaik. Namun, ada yang lebih dari itu.
 

Ending cerita film ini berkisah tentang kebesaran hati legenda balap mobil Ken Miles yang rela laju mobilnya dikurangi agar dapat membersamai dua rekan setimnya menyentuh garis finis. Kala itu, Ken Miles sudah berada di atas angin, tak terkejar lagi dalam ajang balap Le Mans tahun 1966 bersama tim Ford. Ia bahkan mengalahkan Ferrari yang selalu menjadi pemenang di era itu. 

Usai menyentuh garis finis, piala sebagai pemenang ternyata tidak jatuh kepada Miles, namun kepada rekan setimnya yang ia bersamai di akhir lintasan balap. Usut punya usut, ternyata permintaan memperlambat laju mobil ini hanyalah "tipuan"  dari manajer balap Ford, yang memang tidak suka dengan kehadiran Miles. 

Kecewa. Jengkel. Tentu saja. Raut emosi Miles pun digambarkan seperti itu dalam ending film tersebut. Sudah berbaik hati, namun ditikam dari belakang. Miles pada akhirnya bisa menguasai emosi dirinya. Tidak semua orang bisa berbesar hati dan dapat menerima hal semacam ini. Namun, yang jelas, emas tetaplah emas, sekalipun ia dikubur dalam-dalam, ditutup-tutupi serapat-rapatnya. Ia tetaplah cemerlang.

Kamis, 17 September 2020

Overhaul!

Hingga sejauh ini, barangkali upaya merestorasi mobil setengah tua saya yang paling menguras isi dompet adalah pada saat Si SimplyCity, panggilan saya pada mobil ini, harus di-overhaul transmisi matiknya. Episode ini terjadi di awal tahun 2020. Tidak hanya menguras sebagian besar isi tabungan, tetapi juga mengagetkan lantaran saya tak pernah menduga, apalagi merencanakan, untuk melakukan ‘turun mesin’ pada mobil yang baru satu setengah bulan membersamai langkah saya waktu itu.

Awal ceritanya begini. Suatu pagi, mobil ini masih tampak sehat-sehat saja. Bahkan, saya pun sangat merasa percaya diri dengan kondisi Si City ini. Apalagi setelah membaca sebuah ulasan di internet, bahwa Si City Type Z ini punya tenaga sebesar 115 HP, terbesar di kelasnya. Kalaupun diadu dengan mobil-mobil baru saat ini, masih cukup bertaji. Dalam perjalanan, saya pun sempat menggeber mesinnya hingga 80 km/jam. Kecepatan segini bagi para racer mungkin belumlah seberapa, tapi bagi saya adalah sebuah capaian. Inilah pertama kali ‘ngebut’ dengan mobil, hehehe… Masalah muncul bukan pada saat memacu mobil pada kecepatan itu, melainkan pada saat mobil akan dijalankan lagi setelah diparkir sesampainya di tempat tujuan.

Mekanik sedang membongkar transmisi matik Si City

Sekira pukul setengah Sembilan pagi, mobil tak mau berjalan maju sama sekali. Mesin sudah digeber, hingga sampai putaran cukup tinggi. Tetapi, tidak ada energi yang kunjung tersalurkan pada roda-rodanya. Si City sempat saya matikan sebentar mesinnya. Akhirnya, ia mau berjalan dan melaju ke depan. Entahlah apa penyebabnya, ketika itu saya tak bisa menemukan jawabnya. Mesin Si City ini rasanya sehat-sehat saja, tak pernah saya temui ada gejala raungannya tidak normal. Tak berpikir panjang, saya langsung membawanya ke bengkel. Alhamdulillah, Si City sempat kooperatif hingga tinggal beberapa kilometer saja dari lokasi bengkel. Ia sempat mogok lagi, tetapi dengan trik saya matikan mesin terlebih dahulu, ia pun mau bergegas berjalan lagi. 

Jeroan transmisi matik Si City

Sesampai di bengkel, tim mekanik pun sebenarnya tak langsung tahu problem yang mendera Si SimplyCity. Mobil ini hanya dicek dan dibersihkan bagian-bagian mesinnya. Hampir tiga jam saya tunggui, hingga akhirnya saya bawa Si City ini keluar bengkel lagi dan dinyatakan sudah baik. Keadaan memang membaik, namun ternyata tak berlangsung lama. Ia kehilangan traksi lagi saat digeber melaju. Saya putuskan kembali ke bengkel seusai Sholat Jumat di hari itu. 

Kali ini, mungkin mekanik bengkel tidak mau ‘kecolongan’ lagi. Test-driver bengkel pun turun tangan. Ia mengajak saya menguji dan membuktikan problem yang mendera mobil ini. Si City digeber dengan kecepatan tinggi. Awalnya ia biasa-biasa saja. Namun akhirnya ia ketahuan juga sikap tak kooperatifnya, bahkan ia sempat mogok dan harus restart agar bisa berjalan lagi. Test-drive ini berhasil menguak bahwa masalah Si City ternyata ada pada sektor transmisi matiknya, terindikasi dari gejala-gejalanya itu, terutama kehilangan traksi beberapa kali walaupun sudah digas hingga putaran tinggi. Solusi satu-satunya adalah overhaul transmisi matiknya tersebut. Ya, turun mesin!

Jujur, mendengar kata turun mesin dan perkiraan biayanya, saya terkejut bukan main. Tanpa menyebut harga, bila ditotal, biaya overhaul ini mencapai hampir seperempat harga Si City. Tapi tidak ada solusi lain. Saya tetap harus merelakan kocek tabungan saya lagi. Proses reparasi transmisi ini pun tidak sebentar, butuh waktu hingga satu bulan! Cukup lama bagi saya yang masih sangat menikmati mengendarai Si City, mobil impian say aitu.

Satu bulan kemudian, reparasi Si City pun selesai. Saya datang ke bengkel untuk menjemputnya. Ada rasa haru juga begitu melihat Si City mulai menampakkan diri di sela-sela mobil-mobil muda yang tengah diservis di bengkel. Penantian yang cukup lama, at least bagi saya sebulan tak bertemu mobil saya ini rasanya lama. Pelajaran yang bisa diambil adalah bahwa merawat mobil tua itu perlu kesabaran, bukan hanya dana tetapi juga waktu. Namun, di balik beragam kerusakan, proses reparasi dan restorasinya, saya menjadi paham tentang seluk beluk permobilan, baik mesin, konstruksi maupun printilan-printilan kecilnya. Lain halnya, mungkin, bila saya mengadopsi mobil yang sama sekali baru; bisa jadi saya masih hanya menikmati mengendarainya saja, sementara tidak terlalu banyak tahu masalah-masalah atau sistem-sistem mekanik maupun elektrik yang ada pada sebuah kendaraan beroda empat ini.