Jumat, 25 September 2015

Mengingatnya Kembali, Saat Kita Sedang Redup

Namanya juga manusia, ada kalanya ia bersemangat menyala-nyala. Namun, ada pula saat-saat semangatnya meredup. Seperti kadar keimanan seseorang, bisa naik, bisa pula turun. Hanya kita sendiri yang bisa berkompromi terhadapnya. Mengandalkan orang lain untuk menyemangati kita sama saja menjadikan diri kita reaktif, hanya menyerah kepada keadaan. Efek lebih buruknya, menjadikan kita sebagai insan yang mudah dipermainkan situasi, karena kita adalah apa yang dikatakan orang lain. 

Memang, keberadaan orang lain yang ikhlas dan setia ‘membantu’ kita menghadapi masa-masa pelik tak terbantahkan pentingnya dan manfaatnya. Namun, pada akhirnya, semua pulang pada diri kita sendiri. Sehebat, sebanyak maupun sebermakna apapun kata-kata, sekuat apapun pelukan, serta sedekat apapun batin orang lain dengan kita, kalau kitanya sendiri tidak beranjak mengajak diri ini untuk kuat lagi, maka sia-sia saja akhirnya.

Alhamdulillah, sepatutnya kita memang harus bersyukur diberikan ingatan. Ingatan-ingatan akan masa silam. Orang bijak memang bilang, masa lalu biarlah berlalu, kau tidak akan pernah bisa mereguknya lagi. Dirimu adalah hari ini dan esok hari. Namun, rasanya tidak tepat juga bila lantas kita lupakan semua masa-masa lalu. 

Mengingat masa lalu tidak selalu berarti gagal move-on. Justru puing-puing masa lalu, yang tentunya punya makna tersendiri, entah pahit maupun manis, seringkali menjadi salah satu pilar yang menyangga spirit, semangat kita sendiri. Hanya kita sendiri yang tahu dan bisa memilih dan memilah, menjadikan ingatan-ingatan masa lalu tadi bermakna dan akhirnya menyalakan api semangat yang tengah meredup.