Namanya juga manusia, ada kalanya ia
bersemangat menyala-nyala. Namun, ada pula saat-saat semangatnya meredup. Seperti
kadar keimanan seseorang, bisa naik, bisa pula turun. Hanya kita sendiri yang
bisa berkompromi terhadapnya. Mengandalkan orang lain untuk menyemangati kita
sama saja menjadikan diri kita reaktif, hanya menyerah kepada keadaan. Efek
lebih buruknya, menjadikan kita sebagai insan yang mudah dipermainkan situasi,
karena kita adalah apa yang dikatakan orang lain.
Memang, keberadaan orang lain yang ikhlas dan
setia ‘membantu’ kita menghadapi masa-masa pelik tak terbantahkan pentingnya
dan manfaatnya. Namun, pada akhirnya, semua pulang pada diri kita sendiri.
Sehebat, sebanyak maupun sebermakna apapun kata-kata, sekuat apapun pelukan,
serta sedekat apapun batin orang lain dengan kita, kalau kitanya sendiri tidak
beranjak mengajak diri ini untuk kuat lagi, maka sia-sia saja akhirnya.
Alhamdulillah, sepatutnya kita memang harus
bersyukur diberikan ingatan. Ingatan-ingatan akan masa silam. Orang bijak
memang bilang, masa lalu biarlah berlalu, kau tidak akan pernah bisa mereguknya
lagi. Dirimu adalah hari ini dan esok hari. Namun, rasanya tidak tepat juga
bila lantas kita lupakan semua masa-masa lalu.
Mengingat masa lalu tidak selalu berarti gagal move-on. Justru puing-puing masa lalu,
yang tentunya punya makna tersendiri, entah pahit maupun manis, seringkali menjadi salah
satu pilar yang menyangga spirit, semangat kita sendiri. Hanya kita sendiri
yang tahu dan bisa memilih dan memilah, menjadikan ingatan-ingatan masa lalu
tadi bermakna dan akhirnya menyalakan api semangat yang tengah meredup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar