Selasa, 16 Oktober 2018

Smallfoot


Akhir pekan lalu, saya berkesempatan lagi menyambangi bioskop untuk sekedar mencari hiburan bersama keluarga. Sebenarnya ada beberapa film layar lebar yang menarik perhatian saya. Namun, mempertimbangkan usia anak saya, akhirnya saya memutuskan untuk menonton sebuah film animasi bertitel Smallfoot yang baru saja dirilis beberapa hari sebelumnya.


Smallfoot berkisah tentang kehidupan makhluk raksasa berkaki besar yang konon ada dan tinggal di Pegunungan Himalaya. Banyak bacaan menamai makhluk besar ini dengan sebutan ‘Yeti’. Adalah Migo, sesosok Yeti yang menjadi tokoh utama dalam film ini. Awalnya, Migo didaulat membantu sang ayah menabuh gong pertanda pagi telah menjelang di desa tempat ia tinggal. Namun, sebuah pertemuan yang tak disangkanya dengan seorang pilot yang tengah menyelamatkan diri dari kecelakaan pesawat yang ditumpanginya di Himalaya membuat Migo harus memulai petualangan serunya bersama keempat kawannya.

Singkatnya, Migo ingin membuktikan bahwa ia telah bertemu dengan manusia, yakni pilot yang terdampar di Himalaya tersebut, kepada warga desa. Namun, ia gagal membuktikannya, lantaran pilot beserta bangkai pesawatnya terjatuh di tempat yang lebih rendah yang selalu tertutupi oleh awan tebal hingga tak tampak dari desa tempat Migo tinggal. Akhirnya, Migo harus menjalani hukuman berupa pengasingan karena dianggap berbohong. Meski diasingkan, keempat kawan Migo justru tidak membiarkannya sendirian. Mereka justru mengajak Migo untuk bersama-sama membutikan apa yang Migo temukan. Kekonyolan demi kekonyolan yang berujung pada kejenakaan sering dilakukan oleh Migo dan kawan-kawannya, mengiringi petualangan seru mereka yang berlatar salju tebal, pegunungan tinggi serta desa cantik berhias lampu-lampu di malam hari.

Dalam tulisan kali ini, saya tidak ingin bercerita banyak tentang plot cerita Migo dan kawan-kawannya. Namun, yang lebih menarik adalah membicarakan sebentar pesan moral yang saya tangkap dari film Smallfoot ini. Kesan saya yang paling mendalam adalah, bahwa film berdurasi hampir satu setengah jam ini tampaknya cocok untuk dinikmati para akademisi dan peneliti yang berkutat dengan dunia ilmiah.

Pesan pertama adalah tentang curiosity. Petualangan Migo dan keempat kawannya dibumbui dengan sebuah pesan tentang pentingnya memiliki curiosity atau rasa penasaran. Rasa penasaran inilah yang pada akhirnya menggerakkan keinginan kita untuk mengeksplorasi alam semesta ini. Ia adalah bahan bakar yang menggerakkan ilmuwan sejati untuk bereksperimen, bereksplorasi atau meneliti apapun yang ada di alam raya ini. Tanpanya, ya tidak akan ada semangat meneliti. Lirik theme song film ini, “Wonderful Life”, cukup menggambarkan betapa menyenangkannya melakukan sesuatu atas dasar rasa ingin tahu dan penasaran.

Pesan kedua adalah tentang integrity. Ya, integritas. Inilah pesan yang tak kurang pentingnya dari film ini. Dengan memegang teguh integritas, kita tidak diperkenankan berbohong, apalagi hanya untuk sebuah ketenaran atau kepopuleran. Demikianlah yang seharusnya dilakukan oleh para peneliti dan akademisi. Dikisahkan dalam film ini, seorang reporter bernama Percy sedang mengalami depresi akibat turunnya rating program acara televisi yang dipunggawainya. Ia dihadapkan pada situasi bahwa ia bisa tenar tetapi harus berbohong tentang keberadaan Yeti. Di akhir cerita, sang reporter akhirnya memilih jalan yang seharusnya, dimana ia tinggalkan ketenaran dan bersikap jujur. Bahkan, ia mengorbankan reputasi baiknya demi menyelamatkan para Yeti itu dari sergapan manusia-manusia yang ingin memburunya.