Selasa, 06 Januari 2015

Segelas Kopi di Awal Tahun

Liburan akhir tahun telah usai. Tahun yang lama pun sudah berganti dengan yang baru. Saatnya kembali ke meja kerja untuk berkarya lagi. 

Kemarin adalah hari pertama saya masuk kerja di tahun 2015, meski hari itu diliput mendung dan kabut sejak paginya. Seperti biasa, di universitas tempat saya belajar, hari pertama masuk kerja di awal tahun selalu diisi dengan social event, alias kumpul-kumpul bersama semua kolega di kampus, utamanya mereka yang berada dalam satu departemen. Oleh sekretaris departemen, acara sosial semacam ini sudah diumumkan jauh hari sebelum libur panjang Hari Natal dan Tahun Baru lalu tiba, sehingga setiap staf dan mahasiswa di departemen dapat menyesuaikan jadwalnya untuk hadir.


Di departemen saya, event sosial ini diadakan saat coffee break, atau istirahat minum kopi. Sambil meneguk hangatnya segelas kopi yang diseduh dari mesin, bincang-bincang apapun dengan kolega berlangsung kira-kira hampir 45 menitan. 

Bagi saya, acara kumpul kolega semacam ini memang bukan hal wajib yang untuk dihadiri. Namun saya merasa perlu untuk datang. Setidaknya saya bisa setor muka, bertemu dengan kolega lain yang jarang ditemui, walaupun masih dalam satu atap di gedung yang sama. Memang tidak semua kolega di departemen saya kenal, mengingat ‘gemuk’-nya departemen yang saya diami ini. Tetapi, beberapa kawan yang saya kenal dengan baik ternyata tidak selalu gampang ditemui setiap harinya, karena kesibukan masing-masing. Seperti halnya momen pasca lebaran di Indonesia, inilah momen baik untuk menyambung tali silaturrahim dengan kawan-kawan di kampus. Walaupun kawan kita sedikit, rasanya tetap penting menjaga hubungan baik dengan mereka semua.

Satu hal yang membuat saya belajar dari acara sosial semacam ini adalah keterampilan berbasa-basi. Bagaimanapun juga rasanya basa-basi itu penting, meski mungkin hati kecil kita tidak suka dengannya. Sekadar bertanya kabar, kemana saja liburan kemarin, dan seterusnya, memang tampak basa-basi. Tetapi, siapapun pasti senang bila ditanya dengan hal itu. Inilah bentuk perhatian seorang manusia kepada manusia yang lain. Memang kita harus memutar otak lagi memikirkan dengan kilat apa yang harus dibicarakan selanjutnya. Namun, seiring dengan kentalnya pertemanan dan frekuensi kita berbicara dengan kawan, berpikir kilat untuk mencari bahan omongan bukan hal yang sangat sulit lagi. Tentu saja, tetap ada waktu dimana kita kehabisan kata-kata atau tidak nyambung lagi dengan topik yang dibicarakan, terutama bila lawan bicaranya adalah orang-orang yang tidak begitu akrab. Namun, rasanya kendala ini tetap saja wajar terjadi!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar