Diberikan kesempatan menghirup
udara di Negeri Kincir Belanda selama beberapa tahun, saya dan istri saya tidak
ingin menyiakan waktu emas ini untuk bepergian ke beberapa kota di luar tempat kami
tinggal sementara waktu ini. Kami percaya, bahwa dengan bepergian, kami akan
belajar tentang budaya dan tempat yang kami kunjungi, yang tidak pernah lengkap
atau bahkan tidak pernah didapat hanya dengan membaca buku-buku atau majalah
saja.
Awalnya, saya mempunyai keinginan
yang besar untuk bisa menyinggahi banyak kota di Eropa. Kalau bisa, hampir
semua kota di Eropa ingin saya kunjungi. Namun, kenyataan sering berkata lain. Mengunjungi
satu per satu kota penting di Eropa bukanlah hal yang murah, sekalipun kita
bepergian dengan model backpacker atau
pergi seharian saja untuk menekan biaya seminimal. Bagi banyak orang mungkin
bisa melakukannya. Namun, mungkin belum bagi kami.
Akhirnya, terbesit dalam
idealisme kami, bahwa bolehlah kami tidak kesampaian mengunjungi setiap kota
besar di Eropa. Tak apa, karena kenyataannya memang begitu. Namun, saya dan
istri ingin mengunjungi beberapa tempat yang mungkin tidak populer di mata para
wisatawan atau traveler yang
berkunjung ke Eropa. Sebut saya Gouda. Kota yang ternyata terkenal dengan kota
keju di Belanda ini tidak sepopuler Amsterdam, Den Haag, Rotterdam ataupun
Maastricht. Namun, alhamdulillah mata
kami sempat menjadi saksi uniknya kota di tengah Belanda ini dengan aktivitas
budaya lokalnya. Lihat catatan kami tentang Gouda pada tautan ini.
Satu lagi kota yang kurang
populer namun sempat kami kunjungi dalam beberapa pekan terakhir, yakni
Middelburg. Tidak lama kami mengunjungi kota ini, karena sifatnya yang hanya
sambil lalu dalam perjalanan kami menuju stasiun kereta terdekat. Kota ini
berada di ujung barat daya Belanda, dan bisa ditempuh hampir 2 jam perjalanan
dari Stasiun Rotterdam Centraal. Meski sebentar, ada sebuah catatan abstrak
yang membesit dalam hati saya ketika melintasi pusat kota Middelburg ini, yakni
tentang tetanda tentang sebuah pusat kota itu sendiri, yang semakin saya pahami
keberadaannya ketika mengunjungi kota ini.
Tidak sulit sebenarnya menemukan
pusat kota di Eropa. Ingat saja, bahwa di tempat itu setidaknya ada tiga elemen
utama: gedung balaikota, tempat ibadah (biasanya gereja) dan tanah lapang. Tak
terkecuali di Belanda. Ketiga elemen tersebut biasanya selalu ada di tempat
yang disebut 'centrum' itu. Di kota-kota besar, ketiganya biasanya lebih
gampang dikenali dengan megahnya gedung balaikota dan gereja. Namun, di kota
kecil seperti Middelburg yang berada di ujung barat daya Belanda, ketiga elemen
tersebut ternyata juga mudah ditemui walaupun letak gereja dan gedung
balaikotanya tidak berada di satu tempat. Yang menarik, gedung balaikota (atau
stadhuis) di kota ini tetap saja cantik, meski tampaknya sudah tidak
difungsikan lagi sebagai pusat kegiatan tata administrasi. Tidak jauh dari
tempat itu, terdapat stasiun kereta yang menjadi semacam gerbang untuk
menyambut siapapun yang ingin berkunjung ke kota tersebut.
Stadhuis atau gedung balaikota Middelburg |
Centrum Kota Middelburg |
Menara gereja di centrum Kota Middelburg |
Sempat terlintas di sepanjang
alur jalan di centrum Middelburg ini akan tata ruang Jogja. Ingatan berlari ke
arah Kraton sebagai sentra pemerintahan. Walaupun kini masa sudah mengganti
pusat kegiatan pemerintahan Kota Jogja dari Kraton menuju gedung kepatihan
sebagai kantor gubernur dan gedung balaikota di Jalan Kenari sebagai kantor
walikota, aura Kraton sebagai sentra pemerintahan tetap saja ada. Lalu,
terbentang di depannya alun-alun utara Jogja, yang berfungsi sama halnya dengan
tanah lapang di centrum negeri-negeri di Eropa. Ke arah barat, berdiri tegak
Masjid Gedhe Kauman. Bila demikian, baik di Eropa maupun nusantara, mungkin
benar adanya sebuah gambaran bahwa seorang raja atau pemimpin suatu negeri,
memang harus ingat akan hubungan dirinya dengan Sang Pencipta dan
manusia-manusia yang dipimpinnya. Kehadiran tempat ibadah di dekat atau
seputaran centrum sebuah kota menjadi sebuah pengingat bahwa ia sang raja harus
tetap tunduk kepada Penciptanya. Lalu, lapangan luas di depan istananya,
menjadi tempat dimana ia harus selalu berkomunikasi dengan rakyatnya.
Pun, sebuah pusat kota tidak
hanya ditandai dengan maraknya toko-toko dan pusat perbelanjaan di sekitarnya.
Namun, ia adalah sebuah tempat dimana masyarakat kota setempat mengadakan
berbagai atraksi budaya atau religinya. Ambil contoh event Lichtjesavond di Kota Delft yang pernah saya tuliskan ceritanya di
sini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar