Konon, orang bilang jenius itu
adalah hasil dari kerja keras, bukan muncul menyertai saat kita dilahirkan.
Kalau demikian, berarti setiap orang bisa berpotensi menjadi jenius, tergantung
pada usahanya, apakah dengan kerja keras atau tidak. Tetapi, kenyataannya kok tidak begitu ya. Sudah berusaha
sekuat dan sekeras mungkin, tetapi tetap saja begitu-begitu saja pencapaiannya.
Benar, setiap orang itu
berpotensi jenius. Sepakat, bahwa setiap orang bisa menjadi jenius. Ya, tinggal
sekarang kita lihat dari sudut mana dulu. Barangkali kita tidak jenius manakala
definisi jenius itu hanya dari satu sudut pandang dunia sains teknologi,
sementara kita lebih tertarik, menyukai dan nyaman beraktivitas, bahkan ahli,
di bidang administrasi dan surat-menyurat. Sekeras apapun usaha kita
mempelajari teori mekanika atau tata surya, maka tidak akan cemerlang hasilnya
lantaran kita sehari-hari lebih gandrung bahkan aktif berorganisasi dan
berpartisipasi di panggung politik. Begitu pula sebaliknya.
Albert Einstein itu jenius.
Setuju. Mungkin dia dulu juga bekerja keras untuk menelurkan teori relativitas
yang mendunia hingga saat ini. Tetapi, apakah kejeniusannya hanya berasal dari
kerja kerasnya saja? Tampaknya tidak ya. Dia punya bakat. Ya, bakat! Dan, bakat
Einstein memang ada di bidang ilmu sains yang dia kembangkan. Makanya lahirlah
teori relativitas. Juga, sederet ilmuwan-ilmuwan lain, mereka punya bakat, dan
salah satu bakat terkuat yang memang mereka miliki adalah berpikir mendalam dan
-sangat mungkin- menulis, sehingga bisa dipahami mereka bisa menghasilkan
karya-karya yang tertuang dalam tulisan-tulisannya yang hebat.
Nah, kalau begitu, apakah ada
orang yang menyandang gelar ilmuwan yang tidak, atau kurang, berbakat? Saya
tidak berhak menjawabnya. Tetapi, setidaknya ada cara yang bisa kita pakai
untuk mengenali bakat yang melekat pada diri seseorang, atau setidaknya pada
kita sendiri. Adalah 4E, menurut Abah Rama Royani, penulis buku bertitel Talents Mapping. Apakah 4E itu? Adalah Enjoy, Easy, Excellent dan Earn.
Enjoy, berarti yang bersangkutan itu bisa asyik, masyuk menikmati
aktivitas tertentu yang ia lakukan. Bahkan, ia kerap lupa waktu karena
keasyikan mengerjakan aktivitas tersebut. Ia begitu menikmati satu demi satu
tahapan pekerjaan atau aktivitasnya.
Easy maksudnya bahwa yang bersangkutan bisa melakukan
aktivitas-aktivitas tertentu dengan baik. Ia tidak tergagap-gagap
mengerjakannya. Kalaupun tidak mudah dikerjakan atau ia menemui kesulitan, maka
tidak akan terlalu melelahkan baginya untuk mempelajari dan mencari solusinya.
Excellent, maknanya bahwa yang bersangkutan mampu mendulang
prestasi dari sebuah aktivitas yang ia lakukan. Prestasi tidak selalu identik
dengan juara, melainkan sebuah kegemilangan yang ia hasilkan pada saat
mengerjakan aktivitas tadi. Prestasi tak selalu berwujud piala, sertifikat,
peringkat atau titel the best dan seterusnya. Hasil pekerjaan atau aktivitas
yang sangat bagus dan membuatnya puas adalah indikasi bahwa kita bisa excellent. Dan, karena kegemilangan ini,
banyak orang lantas mengandalkan dan mempercayai kita untuk mengerjakan
aktivitas tersebut.
Yang terakhir, earn. Kebanyakan dari kita mengartikan earn dengan definisi bahwa yang
bersangkutan mampu menghasilkan uang dari aktivitas yang dilakukan. Tidak
salah. Namun, makna sebenarnya lebih luas. Earn
adalah kemampuan seseorang untuk bisa menghasilkan karya. Ya, karya yang sesuai
dengan aktivitas yang ia lakukan.
Adanya kombinasi dari 4E tadi
menunjukkan bahwa kita sudah bekerja atau beraktivitas sesuai dengan bakat
kita.
Kembali ke dalam konteks dunia
ilmuwan yang saya sebut di atas. Berdasarkan 4E di atas, maka para ilmuwan
berbakat adalah mereka-mereka yang bukan saja bisa mempelajari bidang yang ia
tekuni, tetapi ia juga asyik, berprestasi dan mampu menghasilkan karya.
Barangkali, ia tidak lagi akan terlalu berpikir bahwa ia mengerjakan aktivitas
penelitian atau mengajarkan sesuatu karena keharusan untuk memenuhi jabatan
atau pangkat tertentu di tempat ia bekerja. Urutan seharusnya adalah, bahwa
jabatan atau pangkat itu akan mengikuti kiprah dan karya ilmuwan tertentu,
sebagai bentuk penghargaan kepada yang bersangkutan. Ilmuwan berbakat mungkin
sudah cukup puas manakala ia bisa menemukan rasa senang, mampu, prestasi serta
karya dalam aktivitas atau pekerjaan akademik yang ditekuninya.
Pertanyaan selanjutnya, lalu
apakah ada orang yang tidak jenius?
Sekali lagi, jika kita hanya
memaknai bahwa jenius itu hanya identik dengan dunia sains dan dunia para
ilmuwan, misalnya, ya kita yang berada di luar dunia itu bersiap-siap saja
berkecil hati. Kita harus terima kenyataan bahwa kita bukan orang jenius.
Tetapi, pada dasarnya kita dilahirkan dengan bakat masing-masing. Yang Maha
Kuasa sebenarnya telah menginstal dalam diri kita sebuah software yang bernama bakat yang ternyata berbeda-beda kontennya.
Hingga pada akhirnya, aplikasinya pun akan ketahuan berbeda-beda setelah kita
dilahirkan dan tumbuh dewasa.
Setiap kita punya peran
masing-masing, akibat bakat yang berbeda-beda tersebut. Tinggal kita mau atau
tidak, memfokuskan diri pada bakat yang kita punya, sehingga lahirlah kekuatan
unik pada diri kita. Atau sebaliknya, kita memaksakan memfokuskan diri pada
sesuatu yang sebenarnya bukan bakat kita. Tentu, yang terakhir ini hanya akan
menghasilkan kelelahan saja, setidaknya kelelahan pada jiwa kita, sekalipun
kita berusaha keras menyangkalnya.
Pada akhirnya, kejeniusan
bukanlah diperoleh dari kerja keras semata, tetapi lebih merupakan kombinasi
antara bakat dan kerja. Kata ‘keras’ di belakang kata ‘kerja’ kadang tidak
perlu diikutsertakan, karena biasanya orang yang berbakat akan merasa bahwa ia
tidak perlu bekerja keras, tetapi ia memang menyenangi dan menikmati pekerjaan
atau aktivitasnya itu, hingga ia bisa berprestasi dan menghasilkan karya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar