Senin, 27 Mei 2019

Sisi Manusiawi Para Superhero Marvel dalam Avengers: Endgame

Tak bisa dipungkiri, sepuluh tahun belakangan, cerita para superhero Marvel mungkin merupakan sebuah fenomena tersendiri. Bagaimana tidak? Dimulai dari cerita The Incredible Hulk yang sempat saya tonton di layar lebar dan Iron Man di tahun 2008, hingga yang terakhir ini, Avengers: Endgame di tahun 2019. 

Awalnya, saya hanya berpikir, cerita tentang Hulk dan Iron Man, lalu diteruskan Captain America, Thor, Spiderman dan sebagainya hanyalah potongan-potongan cerita superhero yang tak berhubungan satu dengan yang lainnya. Hingga kemunculan film Avengers yang pertama dan kedua, serta Captain America: Civil War, barulah saya sadar bahwa Marvel Studio tengah meramu sebuah cerita panjang tentang para superhero mereka itu. Jalan cerita yang disusun pun menarik, terhubung dari satu film ke film yang lain. Bahkan, tidak selalu menggunakan plot cerita yang maju. Ada plot cerita yang harus mundur sejenak, menceritakan awal mula kemunculan satu atau beberapa superhero-nya.
Selain plot cerita yang menarik, Marvel Studio juga membungkus ceritanya dengan sisi-sisi manusiawi para superheronya sendiri, misalnya, bahwa sang superhero bukanlah seorang tokoh yang selalu menang dalam pertempuran. Ia juga seperti layaknya manusia biasa, yang mempunyai kehidupan yang sama peliknya dengan kehidupan manusia biasa, hingga kadangkala terjebak dalam berbagai masalah pribadi hingga kekonyolannya sendiri. Namun, dari situlah lahir kearifan dan kebijaksanaan dari sang superhero, serta munculnya pesan-pesan moral yang bisa dipetik oleh para penonton. Ambil contoh, cerita Spiderman: Homecoming yang pernah saya tulis satu setengah tahun silam (lihat tautan ini).
Avengers: Endgame adalah film terakhir, setidaknya sampai tulisan saya ini dibuat, yang dirilis Marvel Studio. Ya, konon film ini menyedot perhatian dunia. Semua superhero Marvel bersatu lagi, bertarung melawan musuh besar mereka, Thanos, yang menang pada film sebelumnya, Avengers: Infinity War. Tanpa bermaksud menceritakan plot film tersebut, saya hanya ingin mencuplik beberapa kisah yang saya pikir sangat manusiawi dan menarik dari film tersebut.
Cerita manusiawi yang paling kentara tentunya adalah akhir hidup dari Tony Stark, sang Iron Man, di akhir cerita. Bagaimanapun juga, Tony Stark atau Iron Man adalah tokoh sentral dalam film-film superhero Marvel. Dalam setiap kemunculannya bersama tim Avengers, ia adalah tokoh yang mendominasi. Menurut saya, ketokohan Iron Man hanya bisa diimbangi oleh Steve Rogers alias Captain America. Keduanya mempunyai karakter kuat, kekuatan super yang lumayan logis bila dicerna otak kita, serta sikap memimpin yang menonjol. Saking kuatnya karakter keduanya, maka tak heran, perselisihan di antara keduanya muncul dan memuncak menjadi sebuah pertempuran pada film Captain America: Civil War. Dalam Avengers: Endgame, cerita tentang Iron Man dipungkasi dengan apik. Konon, dalam Robert Downey Jr., sang pemeran pun juga memutuskan tidak akan mengambil peran lagi dalam cerita-cerita superhero Marvel selanjutnya. Jadilah, pemungkasan cerita Iron Man menjadi apik. Bahwa superhero ada titik akhirnya juga. Namun, kematian Stark bukan karena kalah melawan sang musuh besar, tetapi setelah ia melakukan ‘jurus kunci’ yang menyelamatkan semua kawan-kawannya dalam tim Avengers dan bumi.
Selain kematian Iron Man, sisi manusiawi dari tokoh ini adalah, bahwa ia yang awalnya adalah karakter yang lumayan sombong, mbagusi (istilah Jawanya), namun cerdas bukan main, ternyata telah memilih jalan hidup untuk berkeluarga bersama Pepper Pots, yang sebelumnya adalah sekretaris di perusahaannya, Stark Industries. Bersama Pots, diceritakan dalam Avengers: Endgame, Stark pun mempunyai satu anak perempuan yang masih berusia sekitar empat tahun. Keadaan ini membuat Stark sebenarnya urung, ragu dan tidak mau terlibat dalam Avengers lagi, yang mengajaknya berjuang kembali mengembalikan orang-orang Bumi yang sempat dibinasakan oleh Thanos menjadi debu. Pertikaian batin dalam diri Stark sangat jelas dalam salah satu titik cerita film ini, tatkala Captain America, Black Widow dan Ant-Man datang ke rumah Stark yang sengaja dibangun jauh dari keramaian, lalu mengajaknya untuk berjuang kembali melawan Thanos.
Tentang kehidupan keluarga, jangan lupakan juga tentang tokoh Clint Barton, atau Hawkeye, si pemanah ulung dalam tim Avengers.  Sejak di film Avengers sebelumnya, Barton memutuskan untuk berhenti menjadi superhero dan memilih hidup bersama keluarganya di suatu tempat yang juga jauh dari keramaian. Hawkeye muncul kembali dalam Civil War, dan bergabung di pihak Captain America pada saat perseteruan dengan kelompok pimpinan Iron Man berlangsung dalam film ini. Di awal cerita Endgame, digambarkan kehidupan Hawkeye cukup bahagia bersama keluarganya. Namun, sesaat kemudian Hawkeye berubah menjadi frustasi, lantaran kehilangan anak dan istrinya yang juga berubah menjadi debu terkena efek petikan jari Thanos yang terjadi di akhir film Infinity War. Lalu, berubahlah Hawkeye menjadi pendekar jalanan, memusnahkan siapa saja yang berbuat kejahatan, dan bergabung kembali dengan Avengers untuk melawan Thanos.
Thanos, sang musuh besar the Avengers pun juga digambarkan mempunyai niatan baik untuk memperbaiki tatanan jagad raya. Namun, caranya yang kejam, dengan mengubah setengah populasi orang-orang di Bumi menjadi debu, mungkin yang menjadikannya menjadi tokoh antagonis. Thanos, setelah menang dalam film Infinity War, digambarkan mengasingkan diri di suatu planet. Ia hidup dan melepas jubah perangnya, makan buah-buahan dan hasil pertanian, namun akhirnya berhasil dibunuh oleh The Avengers di awal cerita Endgame.
Thor, salah satu tokoh sentral dalam Avengers, bahkan juga digambarkan cukup manusiawi. Frustasi dengan kekalahan dari Thanos dalam Infinity War serta kehilangan hampir seluruh rakyat Asgard yang dipimpinnya, menjadikan Thor layaknya dewa mabuk bertubuh gemuk yang sering kehilangan akal sehatnya tatkala dihadapkan pada masalah pelik. Dengan kata lain, Thor, yang sering mengaku anggota Avengers paling kuat, ternyata tidak cukup kuat mengendalikan dirinya. Namun, ia pun kembali ke kesadaran penuhnya serta kekuatan supernya saat berperang dalam pertempuran pungkasan Endgame.
Yang terakhir, tanpa mengecilkan cerita-cerita manusiawi para superhero Marvel yang lain, adalah Sang Captain America sendiri. Tokoh Steve Rogers atau Captain America, yang merupakan superhero yang terhibernasi selama 70 tahun sejak akhir Perang Dunia 2, harus diakhiri kisahnya dalam Endgame. Captain America muncul sebagai superhero masa kini dengan penampakan yang relatif muda nan lincah dibandingkan usia dan keadaannya yang sebenarnya. Namun, kisah heroik Sang Captain dipungkasi dalam Endgame dengan pilihannya untuk pergi ke jalan ‘pulang’, yakni dengan menjadi figur sesuai dengan usianya di masa ini. Ia menjadi tua. Bahkan, dalam ending cerita Avengers: Endgame ini, ia pergi melalui mesin waktu untuk menemui kekasihnya, Peggy Carter, yang terus ia rindukan sejak ia menjadi superhero di tahun 40an.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar