Minggu, 16 Agustus 2015

Sehari di Liege


Liege, sebuah kota di Belgia yang berbatasan langsung dengan dua wilayah di dua negara: Maastricht di Belanda dan Aachen di Jerman. Ketiganya membentuk titik tiga negara di suatu tempat yang disebut Drielandenpunt dalam bahasa Belanda. Meski demikian, dibanding kedua kota tetangganya tersebut, sepertinya Liege kurang begitu populer. Di Belgia sendiri, Liege juga tidak setenar Brussels, Antwerp dan Brugge. Namun, ternyata kota di timur laut Belgia yang dibelah oleh Sungai Meuse ini tetap mempunyai keunikan tersendiri.

Liege (Sumber gambar: kids.britannica.com)
Perjalanan saya menuju Liege kali ini diawali dari stasun Rotterdam Centraal di Belanda. Perlu diketahui, stasiun ini merupakan salah satu hub utama jaringan kereta di Belanda. Dari Rotterdam, saya melanjutkan perjalanan dengan kereta menuju Maastricht, kota di Belanda yang berbatasan langsung dengan Liege. Perjalanan dari Rotterdam ke Maastricht ditempuh selama kurang lebih 2,5 jam melalui Stasiun Eindhoven untuk berganti kereta. Normalnya, tiket kereta Rottedam-Maastricht dapat dibeli dengan harga 24,7 Euro. Namun kali ini, saya menggunakan dagkaart, tiket murah seharga 13,99 Euro yang dijual selama periode tertentu di Kruidvat, sebuah jaringan toko kebutuhan sehari-hari di Belanda. Walaupun hanya bisa dipakai di hari Sabtu dan Minggu selama periode tertentu, tiket seperti ini dapat digunakan untuk bepergian kemanapun dengan kereta di dalam wilayah Belanda selama satu hari penuh.

Kiri: Kereta yang menghubungkan antara Maastricht dan Liege-Guillemins. Kanan: Tiket-tiket yang digunakan untuk perjalanan kereta menuju dan dari Liege.
Sampai di Maastricht, perjalanan dilanjutkan menuju Liege dengan kereta milik perusahaan kereta Belgia. Perjalanan menuju Stasiun Liege-Guillemins dari Maastricht ditempuh selama kurang lebih setengah jam saja. Tiket yang saya pakai seharga 6,2 Euro saja untuk pulang-pergi dan bisa dibeli di mesin tiket ataupun Stasiun Maastricht.
Stasiun Liege-Guillemins
Liege, atau dalam bahasa Belanda ditulis ‘Luik’, mempunyai daya tarik tersendiri. Kotanya beraroma budaya Prancis, termasuk bahasa sehari-hari yang dipakai penduduknya. Stasiun Liege-Guillemins sendiri mempunyai arsitektur yang unik, dibangun membentuk jaring-jaring struktur melengkung yang anggun dan berwarna putih. Dari stasiun ini, saya bersama keluarga dan kawan berangkat menuju beberapa titik kota utama yang memang sengaja sudah kami persiapkan sebelumnya, antara lain pusat kota, Palais des Princes Evêques dan bangunan tangga Montagne de Bueren. Meski sudah dipersiapkan sebaik mungkin, ternyata keadaan di lapangan selalu penuh dengan kejutan, termasuk tersesat di tengah kota dan hujan. Beruntung, seorang polisi yang sedang berpatroli di dekat area tersebut membantu menunjukkan arah tempat-tempat yang ingin kami tuju.

Palais des Princes Evêques
Tujuan kami di Palais des Princes Evêques akhirnya tercapai setelah ‘tersesat’ beberapa kali di dalam kota Liege. Istana besar tersebut konon merupakan tempat tinggal Prince Bishop di abad ke-10. Pemugaran dan penambahan bangunan di area istana ini dilakukan beberapa kali setelahnya. Saat ini, bangunan bersejarah ini digunakan untuk kepentingan pemerintah provinsi Liege. 

Pusat kota atau centre Liege
Dari Palais des Princes Evêques, perjalanan kami dilanjutkan menuju Montagne de Bueren, bangunan mendaki dengan 343 anak tangga menuju sebuah bukit di Liege. Dalam perjalanan menuju tempat tersebut, kami melalui pusat atau centre kota Liege, yang ukurannya sebenarnya tidaklah terlalu besar. Namun, tetap menarik untuk dikunjungi. Kurang lebih berjalan 15 menit dari Palais, sampailah kami di Montagne de Bueren. 

Montagne de Bueren
Pemandangan Kota Liege dengan Sungai Meuse-nya dari Montagne de Bueren
Konon, bangunan bersejarah ini dibangun untuk memudahkan pasukan Belgia yang berjaga di bukit tersebut untuk turun menuju pusat kota Liege. Di puncak bukit, pengunjung dapat menyaksikan indahnya pemandangan kota Liege dengan Sungai Meuse dan jembatan-jembatan besar yang membelahnya. Tidak jauh dari anak tangga terakhir di Montagne de Bueren terdapat sebuah monumen yang berkisah tentang para prajurit Belgia pada Perang Dunia I dan II.

Monumen di puncak bukit Montagne de Bueren
Area di puncak bukit Montagne de Bueren
Selama empat jam saya mengitari kota Liege sebelum akhirnya memutuskan untuk kembali ke Rotterdam. Rute kembali menuju Rotterdam ditempuh dengan jalur yang sama pada saat berangkat, yakni melalui Maastricht dan Eindhoven. Total waktu perjalanan dan berwisata ke Liege kali ini adalah sekitar 12 jam, cukup memuaskan untuk sekedar jalan-jalan dan menikmati kota seperti Liege.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar