Setelah tiga tulisan sebelumnya, kini tibalah
saatnya saya memungkasi cerita seputar perjalanan studi doktoral di Belanda dari
tahun ke tahun (simak kembali tulisan-tulisan saya lewat tautan berikut: Bagian1, Bagian 2 dan Bagian 3). Di tulisan ini, saya mengalirkan alur cerita menuju tahun
keempat perjalanan waktu seorang kandidat doktor di universitas di Belanda. Tentu
saja, banyak hal yang harus dilakukan di masa yang terbilang sulit dan kritis bagi
kebanyakan calon doktor lulusan Belanda!
Sebenarnya sulit bagi saya untuk menyebut tahun
keempat ini sebagai tahun terakhir perjalanan studi seorang kandidat doktor di
Belanda. Mungkin, lebih tepat bila disebut “Last,
but not the least!” Dalam kurikulumnya, tahun keempat memang disebut
sebagai tahun terakhir masa mahasiswa doktor di Belanda. Meski demikian, tidak
sedikit kandidat yang harus menambah waktu beberapa bulan, bahkan beberapa
tahun, hingga akhirnya diwisuda dan secara resmi berhak menyandang predikat
doktor. Alasannya bukan melulu karena si kandidat itu kurang cakap atau tidak
punya kompetensi untuk menyelesaikan studinya. Namun, seringkali memang murni
karena kurangnya waktu untuk menyelesaikan penelitian sekaligus buku disertasi,
walaupun mahasiswa yang bersangkutan cukup serius dan tidak main-main dengan
proyek penelitian yang dijalankannya.
Sumber gambar: http://www.phdcomics.com |
Di tahun keempat, mau tidak mau, suka tidak suka, seorang
kandidat doktor di universitas di Belanda hendaknya sudah harus mempersiapkan
semua hasil penelitiannya yang diperoleh selama tiga tahun sebelumnya untuk
dijadikan sebuah buku tesis atau disertasi. Ada beberapa catatan yang dapat
saya rangkum dalam poin-poin berikut, tentang apa saja yang (mungkin) sebaiknya
harus dilakukan oleh seorang kandidat doktor di sepanjang tahun keempat ini.
1.
Mengikuti kuliah tentang tata cara mempersiapkan
buku disertasi
Di negara manapun, buku tesis atau disertasi rasanya
adalah syarat utama yang harus dipenuhi oleh mahasiswa untuk lulus program
doktornya. Buku ini diibaratkan sebagai sebuah masterpiece, sebuah kebanggaan
dan bukti keahlian yang selama tiga atau empat tahun terakhir diasah oleh
sang doktor baru. Oleh karenanya, buku tesis atau disertasi haruslah
dipersiapkan dan disusun sebaik-baiknya. Tentu, banyak tantangan dan kesulitan
yang harus dihadapi dan dijalani pada saat menyusunnya. Untuk membantu para
mahasiswa doktoralnya, beberapa universitas di Belanda mempunyai program kuliah
khusus tentang penulisan disertasi. Sebagai
contoh, sejak penataan kurikulum program doktoralnya di tahun 2012, TU Delft di
Belanda menawarkan sebuah mata kuliah yang berjudul ‘Writing Dissertation’
kepada seluruh mahasiswa doktoralnya. Kuliah ini secara khusus diperuntukan
bagi para mahasiswa yang sudah menapaki di tahun ketiganya. Harapannya, setelah
sang kandidat sudah mengambil kuliah tersebut, ia tidak akan terlalu kerepotan
dalam mempersiapkan naskah disertasinya di tahun keempat dan selesai sesegera
mungkin di sekitar tahun tersebut. Memang, setiap detik di tahun keempat boleh
jadi sangat berharga bagi para kandidat untuk menyelesaikan eksperimen yang
sedang dilakukannya, mengingat waktu yang semakin terbatas. Akibatnya,
mengikuti kuliah-kuliah umum di luar rangkaian agenda penelitian sering dirasa
hanya membuang waktu saja. Namun, berinvestasi dengan meluangkan beberapa jam
untuk mengikuti kuliah tersebut selama beberapa minggu saja rasanya tidak akan
sia-sia, bahkan sangat membantu dalam menyelesaikan draft atau naskah buku tesis atau disertasi.
Bagi saya, perkuliahan tentang menulis disertasi ini
cukup menarik dan bermanfaat untuk diikuti. Sebagai gambaran, peserta diberikan
kesempatan mengikuti tujuh kali pertemuan yang masing-masing berdurasi sekitar
3 jam. Dosen selalu memberikan pengantar tentang bagaimana menulis buku
disertasi dengan gaya khas universitas di Belanda. Perlu untuk diketahui, buku
disertasi ala universitas di Belanda selalu dipersiapkan layaknya sebuah buku teks,
bukan seperti skripsi yang dicetak satu sisi saja dan dijilid di tempat
fotokopian sebagaimana halnya di Indonesia. Buku disertasi di Belanda dibuat secantik
mungkin dengan lay-out dan sampul
yang menarik. Ada dua gaya yang dianut dalam merumuskan buku disertasi, yakni bentuk
monograph dan bentuk kompilasi
artikel ilmiah yang telah dipublikasikan atau masih dalam tahap di-review untuk publikasi dalam jurnal
ilmiah internasional. Semua ini akan disampaikan saat kuliah. Oleh karenanya, bagi
kandidat yang belum terbiasa dengan gaya penulisan disertasi seperti ini, wajib
rasanya mengikuti kuliah seperti ini.
Selain memandu kuliah klasikal, dosen mata kuliah
ini juga memberikan tugas agar para kandidat berlatih merumuskan dan menuliskan
hasil-hasil penelitiannya ke dalam buku disertasi. Tugasnya boleh dibilang banyak
dan menyita waktu, karena pekerjaan rumah selalu diberikan setiap kali
pertemuan dan harus dikerjakan serta dikumpulkan sebagai bahan diskusi untuk
pertemuan selanjutnya. Namun, semua tugas ini pada akhirnya memberikan
keuntungan kembali pada mahasiswa yang bersangkutan, karena didasarkan pada bahan-bahan
yang telah kita punyai dan selanjutnya akan disusun dalam buku disertasi. Di
pertemuan selanjutnya, apa yang kita tuliskan selanjutnya akan dikomentari oleh
dosen, sehingga cukup bermanfaat untuk mengasah sejauh mana kemampuan kita dalam
menulis disertasi.
2. Mencari titik perhentian dari alur penelitian
doktoral yang dilakukan
Dalam sebuah perbincangan dengan seorang kawan orang Belanda, saya mendapat sebuah
pemahaman baru. Kawan saya tadi bertanya kapan studi saya selesai. Setengah
panjang lebar saya menjawab pertanyaan tadi. Saya jawab beberapa bulan lagi, setelah
proyek penelitian saya tuntas karena saat ini (baca: tahun keempat) masih
mengerjakan beberapa eksperimen. Spontan, kawan saya tadi menyanggah sambil tersenyum.
Menurutnya, sampai kapanpun saya tidak akan bisa menyelesaikan proyek saya ini
dengan tuntas bila di tahun keempat saja masih bermimpi mengerjakan ini-itu
agar disertasi tampak sempurna. Ia mengoreksi ucapan saya, bahwa di tahun
keempat itu semestinya saya sudah harus berfokus pada bagaimana mengakhiri proyek
penelitian yang dijalankan, dengan catatan hasil-hasil penelitian selama tiga
tahun sebelumnya sudah mencukupi untuk menulis sebuah buku disertasi. Pun
sebenarnya tidak salah tetap mempunyai pemikiran ke sana kemari untuk
menjadikan proyek penelitian kita tersebut sangat wow seperti mimpi kita di awal masa studi doktoral dulu. Namun, satu
hal yang perlu diingat, pada akhirnya waktulah yang membatasi semuanya itu.
Bila proyek penelitian kita tadi dikembangkan menjadi lebih detil dan detil
lagi, tidak mustahil agenda penelitian tersebut akan meluas kemana-mana, karena
kita menjadi semakin paham atas proyek penelitian tadi. Tetapi, ingat pula,
bahwa dana beasiswa atau kucuran gaji ada batas waktunya, sesuai dengan kontrak
masa studi kondidat doktor tersebut. Oleh karenanya, menetapkan dimana titik
akhir dari proyek penelitian yang akan ditulis dalam buku disertasi rasanya
adalah keharusan bagi seorang kandidat yang sudah menginjak masuk di tahun
keempatnya.
3.
Menyelesaikan agenda penelitian yang masih
tersisa
Di tahun keempat, tidak ada jalan lain, agenda
penelitian yang masih tersisa harus segera di-eksekusi. Memang adakalanya,
seorang profesor atau pembimbing masih mempunyai dana cadangan, yang bisa
dipergunakan untuk membiayai living cost
atau penelitian mahasiswa yang bersangkutan seandainya batas waktu empat tahun
harus dilampaui. Namun, kasus semacam ini tidak banyak, bahkan langka. Sehingga,
tidak ada jalan lain selain berusaha segigih mungkin untuk menyelesaikan
agenda-agenda penelitian yang masih tersisa. Kendala yang sering dihadapi oleh
para kandidat doktor yang berasal dari negara lain, termasuk Indonesia, di
universitas di Belanda adalah masalah dana dan izin tinggal yang juga akan
berakhir (expired) begitu tahun
keempat usai atau begitu tidak ada jaminan dana untuk tinggal di negeri
tersebut. Akibatnya, banyak mahasiswa doktoral yang belum 100% selesai dan
diwisuda yang akhirnya pulang ke Indonesia. Kondisi semacam ini tentunya tidak
nyaman. Namun, bila hal ini harus terjadi, akan jauh lebih baik apabila segala
macam aktivitas penelitian yang menuntut kerja di lapangan atau laboratorium sudah
diselesaikan sebelum tahun keempat berakhir, atau sebelum pulang ke tanah air. Dengan
demikian, di Indonesia, kita cukup ‘hanya’ disibukkan dengan agenda menyelesaikan
tulisan untuk publikasi atau buku disertasi, sembari terus berkonsultasi dan
berkomunikasi dengan pembimbing lewat dunia maya.
4. Mempersiapkan buku tesis atau disertasi
Buku tesis atau disertasi itu mustahil bisa
diselesaikan dalam semalam! Walaupun kita sudah mempunyai beberapa naskah
publikasi yang telah diterbitkan dan bisa dijadikan batang tubuh dari buku
disertasi, pekerjaan menulis buku ini tidak serta merta mudah. Ada beberapa hal
yang harus kita lakukan, seperti bagaimana membuat bait-bait tulisan untuk
membentuk keterkaitan antara publikasi satu dengan lainnya sehingga terbentuk
sebuah jalan cerita yang menarik dalam buku disertasi. Pekerjaan menyusun buku
tesis atau disertasi ini akan terasa lebih ringan bila sejak di awal tahun
keempat sudah mulai di-eksekusi.
5. Memetakan karir untuk masa setelah studi
doktoral
Banyak di
antara para kandidat doktor yang tidak berprofesi sebagai peneliti atau dosen
di suatu perguruan tinggi atau universitas di Indonesia. Tentu saja, di tahun
keempat ini, mereka harus berpikir juga tentang apa yang akan mereka lakukan
setelah masa studi doktoral mereka berakhir. Di Indonesia, harus diakui,
menyandang gelar doktor tidak serta merta menjadikan gampang mendapatkan
pekerjaan. Lapangan kerja bagi para penyandang gelar doktor tidak banyak
seperti di negara-negara maju. Sebagai gambaran, di negara maju seperti di
Eropa, seorang doktor bisa bekerja di industri mengingat peranan mereka yang
begitu strategis dalam menyokong riset dan inovasi dalam industry tersebut. Hal
yang berbeda terjadi di Indonesia. Justru potensi hebat para doktor ini tidak
termanfaatkan di sektor industri karena masih minimnya perhatian dunia praktisi
akan riset dan inovasi produk barang dan jasa yang diberikan. Berangkat dari
kasus ini, ada baiknya memang para kandidat yang belum terikat akan kontrak
kerja di suatu universitas di Indonesia mencari peluang untuk bekerja sesuai
potensi dan kompetensinya di luar negeri, baik sebagai peneliti post-doctoral atau peneliti di industri.
Pun, bagi mereka yang sudah bekerja sebagai dosen atau peneliti di universitas
maupun lembaga penelitian di Indonesia, ada baiknya juga memikirkan bagaimana
bekal pengalaman yang telah ditimba selama menempuh studi doktoral itu dapat
dimanfaatkan, khususnya dalam dunia riset.
Demikianlah, lima poin di atas menjadi pengisi
catatan saya tentang tahun keempat dalam periode studi seorang kandidat doktor
di universitas di Belanda. Seperti yang saya sebut di atas, tahun keempat
memang tahun terakhir, namun tidak selalu berarti bahwa rangkaian aktivitas studi
doktoral kita di Belanda sudah 100% selesai!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar