Senin, 26 Juni 2017

Ladang

Ladang amal itu sejatinya tak perlu jauh-jauh dicari.
Ia ada, terbentang dan mengitari.
Ia terhampar, meskipun hanya secuil petak kecil.
Ia pun terjuntai, dari ujung langit hingga kerikil tanah di balik telapak kaki.

Hanya, mungkin kita saja yang terlalu malas, untuk bergegas menghampirinya.
Kita saja yang enggan, untuk menggapainya dengan senyum keriangan.
Atau, kita saja yang merasa sedang tidak mood, hingga hadir seribu satu alasan untuk tidak mendatanginya.

Ah, mungkin kita ini terlalu sombong, melihat sepetak ladang amal itu hanya serupa tanah gersang. Ia tidak menarik, ia tidak seindah ladang di tempat lain yang sejatinya bukan untuk kita.

Kita mungkin terlalu angkuh, hingga seikat tanaman amal di ladang itu tampak ringkih dan tak berkelas di mata kita. Sementara itu, kita bermimpi, berharap akan tanaman yang lain, yang sejatinya bukan milik kita.

Atau mungkin kita memang benci mendatanginya, hanya karena satu kerikil tajam yang pernah melukai kaki kita. Hingga tersiakanlah ladang amal itu, kita lalui begitu saja.

Atau mungkin kita merasa suci, hingga tak sudi kaki ini melangkahi tanah kering yang berdebu dan kotor di ladang itu. Padahal di situlah, Yang Mencipta ladang itu menilai dan hendak membalas tiap benih kebaikan yang kita semai.

Atau jangan-jangan kita memang sedang diuji olehNya, Yang Maha membolak-balikkan hati, hingga tak sadar kita pun terlena dan abai saat melihat bongkahan amal yang tampak kecil di ladang gersang itu, padahal ialah bagian yang telah ditetapkan untuk kita olehNya.

Sekali lagi, ladang amal itu sebenarnya selalu ada, terbentang, terhampar dan terjuntai di sekitar kita. Tinggal kita sendiri. Berkehendak atau tidak. Mau atau tidak. Berniat atau tidak, untuk menggapai dan menggarapnya.

Mungkin, kita sudah terlalu lama, berlulur dengan jelaga hati, hingga cahaya penerang hati itu tak bisa menembusnya. Hingga kitapun tertipu, seolah melihat segala sesuatunya benar menurut kita, bukan menurutNya.

Mungkin, kita memang harus sejenak bersimpuh, bertanya kepada diri, bertutur kesah kepadaNya, bahkan mengurai tangis di hadapanNya. Semata berharap petunjuk dariNya, petunjuk ke jalan yang lurus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar