Jujur saja, mengandalkan buku literatur asli yang berbahasa asing untuk studi atau kuliah adalah satu hal yang masih teramat berat untuk dilakukan oleh para mahasiswa maupun dosen di Indonesia. Tak terkecuali saya. Bukan tidak mungkin, tetapi memang berat, terutama di ongkosnya. Harga buku-buku teks asing sangatlah mahal, apalagi karya para penulis kawakan yang telah masyhur di bidangnya.
Di masa kuliah S1 dulu, saya adalah penggemar berat buku Termodinamika karya Yunus Cengel, Mekanika Fluida karya Michael White, Elemen Mesin karya M.F. Spotts dan masih banyak lagi. Tulisan-tulisan mereka memang luar biasa, mudah dicerna dan diterapkan. Umumnya buku-buku tadi juga dicetak oleh penerbit yang sudah kenamaan, macam McGrawHill Book dan Prentice-Hall. Pertanyaannya, apakah semua buku tadi diperoleh dengan membeli?
Oo.. Tentu tidak. Semuanya dipinjam dari perpustakaan. Pun, buku pinjaman tadi tidaklah asli, melainkan buku fotokopian. Saking suka dan membutuhkannya, buku-buku tadi sempat saya fotokopi lagi, meski semuanya itu tidak lengkap dari halaman pertama sampai yang terakhir. Dengan cara inilah saya bisa belajar secara mandiri dan leluasa, sebagai penunjang kuliah tatap muka dengan dosen mata kuliah yang bersangkutan.
Tahun berganti, dekade bersalin. Meski telah berharap puluhan kali agar mampu membeli buku teks asli, harapan ini ternyata tidak serta merta mewujud. Harga buku teks tetap saja melangit, belum terjangkau oleh kocek gaji bulanan. Pun kalau ada sisihan receh, rasanya tetap sayang bila dibelikan sebuah buku teks, yang konsekuensinya harus mengorbankan kebutuhan hidup lain yang dirasa tetap lebih penting. Alhasil, buku teks asli berbahasa Inggris pun masih ada dalam angan-angan. Kalaupun pernah terbeli, adalah buku-buku teks terbitan India, yang memang miring harganya, sebab kualitas isi tulisan dan cetakannya yang selevel cukupan saja.
Perjalanan studi ke Delft di tahun 2012 lalu membawa peluang untuk mengakuisisi beberapa buku teks asli berbahasa Inggris, seperti yang diidamkan selama ini. Namun, tetap saja itu semua bukanlah buku baru. Cukup buku bekas saja, tetapi orisinil dan masih dalam keadaan baik. Buku-buku teks bekas ini dibeli dari para mahasiswa yang telah usai studinya menggunakan buku-buku tersebut. Mereka dijual secara online, dengan memanfaatkan grup Studentsale di Facebook. Harganya terjangkau, meski ada beberapa yang memang tetap mahal. Lumayan, beberapa buku yang saya anggap sebagai primbon, seperti Materials Science and Enginnering karya William Callister dan Mechanics of Materials karya R.C. Hibbeler berhasil saya boyong ke rumah. Kondisinya masih bagus, edisi cetakannya juga masih terhitung baru, serta harganya hanya 20an Euro saja; sekitar hampir sepertiga atau seperempat harga buku baru.
Upaya memburu buku bekas tapi orisinil ternyata juga diwarnai kejutan. Adalah grup riset tempat saya bekerja di Delft melakukan cuci gudang dua tahun lalu. Buku-buku lama penghuni perpustakaan grup dibuang, ditaruh di kontainer sampah plastik kering berukuran besar. Oleh kawan teknisi dan penanggung jawab logistik di lab, saya dipersilakan mengambil apapun yang ada di kontainer sampah buku itu.
Seakan tak mau melepas dan menyiakan kesempatan emas ini, saya punguti buku apapun yang saya anggap relevan untuk pekerjaaan saya. Bahkan, saya temukan buku disertasi pembimbing saya di kampus tersebut. Sangat wow menemukannya, lantaran saya jadi tahu betapa hebatnya guru saya itu sejak ia muda dan sekolah di kampus yang sama. Walau akhirnya saya harus menyortir lagi buku-buku teks tadi, cukup banyak buku yang berhasil diangkut pulang. Kali ini gratis, tanpa sepeser uang yang dikeluarkan, meski bukunya tergolong tua, terbitan tahun 80an. Namun, bagi saya, ilmu di dalamnya masih saja relevan dan bisa dipakai di masa sekarang.
Itulah, sepenggal cerita, tentang buku bekas tapi orisinil. Setidaknya cara ini sebagai ikhtiar saya menghindari pembajakan buku teks dengan fotokopinya, yang semua itu berawal dari satu alasan karena harga buku teks asli yang selangit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar