Selasa, 17 Maret 2020

Pandawa Lima

Suatu ketika ingatan saya melayang ke era tahun 1997. Masa di saat saya mulai terpapar alunan musik-musik band Indonesia. Ingatan saya tersentak lantaran mendengar lengkingan suara vokal Ari Lasso bersama Dewa 19 dalam konser reuni mereka yang baru-baru ini diunggah di channel Youtube. Kereen… membius.. hingga akhirnya saya memutar lagi beberapa lagu grup band yang populer di jaman saya masih duduk di bangku SMP tersebut.

Cover album Pandawa Lima (sumber gambar: https://www.last.fm/)
Dewa 19. Inilah grup band pertama yang membuat saya terkesima dengan lagu-lagu pop-rock Indonesia. Kereen.. Kala itu, Dewa 19 baru saja merilis album terbarunya: Pandawa Lima, tepatnya di tahun 1997. Di album ini, band asal Surabaya ini digawangi oleh Ahmad Dhani (keyboard dan vokal), Ari Lasso (vokal), Andra Ramadhan (gitar), Erwin Prasetya (bass) dan Wong Aksan (drum). Album ini jugalah yang menjadikan saya sebagai salah satu penggemar Dewa 19 waktu itu. Bahkan, bagi saya, album inilah yang terbaik dari Dewa 19, diikuti album mereka sebelumnya “Terbaik-terbaik” yang dirilis 1995. 

Kenapa Pandawa Lima adalah album terbaik menurut saya? Ada dua alasan. Pertama, album yang saat itu saya beli dalam kemasan pita kaset bersampul biru itu memang luar biasa alunan musiknya. Penampilan terbaik Dewa 19 mungkin ya ada di album ini. Saya memang bukan pengamat dan pemain musik. Tetapi, saya acungi jempol permainan mereka di album ini, meskipun ada suara-suara yang mencibir Dewa 19 terlalu nge-jazz di album Pandawa Lima. Gebukan drum Wong Aksan terasa cerdas, bisa menyesuaikan irama bass Erwin Prasetya yang super kreatif. Permainan gitar Andra Ramadhan tak arogan, tidak mendominasi, tetapi nyaman dan pas sekali menyesuaikan rasa lagunya. Lengkingan suara Ari Lasso terasa khas, bahkan tak tergantikan oleh vokalis manapun yang menyanyikan lagu-lagu di album tersebut hingga kini. Dan, tentunya sang maestro Ahmad Dhani; seperti banyak orang bilang, jenius sekali menyajikan musik-musik Dewa 19 kala itu.

Alasan kedua, album Pandawa Lima diisi oleh lagu-lagu yang sarat muatan kehidupan, kritik-kritik sosial, hingga politik yang lumayan pedas. Sesuatu yang tak terlalu lazim, bahkan hingga saat ini, dimana kebanyakan grup band selalu menyajikan nyanyian cinta yang cengeng. Tapi, lain dengan Dewa 19 dalam Pandawa Lima ini. Single lagu “Kirana” yang membuka album ini terasa magis alunan musiknya dan sarat makna tentang sisi buruk broken home bagi kehidupan seorang anak manusia. Bahkan, kalau melihat video klip single ini terasa sekali gambaran kelam kehidupan seorang manusia bersama narkoba. Lagu ini disambung dengan tembang “Satu Sisi”, “Cindi” dan “Sebelum Kau Terlelap” di album tersebut, yang masih saja bercerita tentang kelamnya kehidupan penuh narkoba dan prostitusi di masa itu.

Lagu bernuansa politik secara gamblang dikemas oleh Dewa 19 di album Pandawa Lima lewat tembang “Aspirasi Putih”. Tampak sekali dalam lagu ini kritik mereka kepada penguasa, yang di masa itu tengah mencapai titik klimaksnya. Kritik sosial juga ditujukan kepada kaum elit dan kaya raya dan curamnya perbedaan antara kaya dan miskin di negeri ini pada era ‘90an mereka abadikan lewat lagu “Selatan Jakarta”. Meski demikian terasa dominasi nuansa kelam di album ini, Dewa 19 juga menampilkan karyanya berjudul “Suara Alam” dan “Petuah Bijak”, yang keduanya menggugah kesadaran dan semangat agar manusia tak patut putus asa akan kehidupan kelamnya. 

Di akhir album, ada lagu legendaris yang senantiasa menjadi pungkasan dari setiap konser Dewa 19, “Kamulah Satu-satunya”. Sekilas lagu ini bertema cinta seperti layaknya lagu-lagu ciptaan grup band yang lain. Namun, di sinilah cerdasnya Dewa 19. Entah benar atau tidak, dengan mengubah persepsi kata “Kamu” dari yang semula sebagai kata ganti untuk seorang manusia menjadi Tuhan sebagai Kekasih, maka jadilah... dalam sekali makna lagu ini; bahwa manusia pastilah punya salah dan lupa, sedang tobat adalah satu-satunya jalan kembali kepadaNya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar