Senin, 15 September 2014

Montir Sepeda

Cerita berawal dari insiden bocornya ban sepeda saya di suatu hari di musim panas tahun ini. Saya tidak mengira, ban sepeda yang saya pompa di pagi harinya sebelum berangkat menuju kampus, saya temui melompong tanpa udara di tempat parkir sepeda sore harinya. Alhasil, sepeda yang relatif kecil namun berat itu harus saya jinjing menuju rumah untuk diperbaiki. 

Keputusan saya mengganti ban sepeda sendiri muncul karena beberapa hari sebelumnya saya harus rela merogoh kocek sekitar 35 Euro hanya untuk mengganti ban sepeda lain yang bocor. Uang sebesar itu sudah termasuk ongkos jasa mengganti ban. Bayangkan kalau 1 Euro saja setara dengan 15 ribu rupiah (kurs bulan September 2014), maka pembaca sekalian dapat menghitung sendiri berapa total uang yang harus saya keluarkan untuk membeli ban baru lengkap dengan ongkos pemasangannya. Sebagai perbandingan, ban dalam dan luar baru yang akhirnya saya beli untuk dipasang sendiri pada sepeda yang pertama tadi harganya sekitar 17 Euro. Dengan demikian, ongkos sang montir sepeda yang harus saya bayarkan kira-kira sebesar 18 Euro! 


Suatu siang di hari Minggu yang cerah, saya menyempatkan diri untuk mengganti roda sepeda saya yang rusak. Proses mengganti ban tak ubahnya seperti yang dilakukan para montir di Indonesia. Saya sangat terbantu dengan kit khusus untuk membongkar ban sepeda seharga harga 3 Euro-an yang tersedia di beberapa toko sekitar rumah. 

Awalnya, rasa penasaran memberikan saya luapan energi yang besar untuk menyelesaikan tantangan mengganti ban sepeda. Namun, seiring waktu berjalan, kesulitan datang, terutama pada saat memasukkan ban dalam tersebut hingga terbungkus ban luarnya. Keringat mulai menetes, namun rasa penasaran semakin meluap. Tak terasa, waktu satu jam ternyata sudah berlalu, sementara sepeda masih terkulai polos, tanpa ban baru yang hendak dipasangkan. 

Tiga jam pun berlalu, saya masih saja berjibaku memasang ban dalam sepeda. Hey, what’s going on? Tanya saya dalam hati. Ban dalam ini susah sekali dimasukkan. Akhirnya, suatu ‘kecelakaan’ terjadi. Pentil tempat masuknya udara saat ban dipompa tercabut akibat ulah penasaran saya yang berlebihan. Ban dalam pun tidak bisa dipompa lagi. Gagal sudah upaya saya menjadi montir sepeda. Sejenak saya pun termenung, merasakan betapa pentingnya peran montir di pinggir-pinggir jalan di Indonesia. Sekalipun kehadiran mereka hampir selalu kita remehkan, karya nyata mereka membantu kita yang sedang kesulitan karena ban bocor sungguh tidak tergantikan. Hebatnya, mereka pun sanggup menyelesaikan pekerjaan mengganti ban dalam waktu yang cukup singkat, sehingga aktivitas rutin kita tidak terganggu. 

Hari Minggu siang itu mengajarkan satu hal penting untuk saya agar lebih menghargai profesi seorang manusia bukan atas dasar besarnya pendapatan yang dihasilkan, bukan pula keren atau tidaknya profesi yang ditekuni, serta bukan dari tingginya jabatan seseorang. Namun, seseorang dengan profesi tertentu harus dihargai karena manfaatnya bagi orang lain. Rasanya tidak pantas apabila kita memandang rendah profesi montir sepeda di pinggir jalan, hanya karena gajinya yang tidak menentu, identik dengan tempat kerja yang kumuh, pakaian lusuh dan tangan yang selalu kotor oleh minyak pelumas. Padahal di sisi yang lain, saat ban sepeda, sepeda motor bahkan mobil kita bocor, kita pasti pusing tujuh keliling karena tidak terbiasa mengganti atau memperbaikinya dengan tangan sendiri. Dengan jasa seorang montir yang ahli, pekerjaan berjam-jam tadi bisa jadi dapat dipangkas menjadi sekitar satu jam saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar