Ternyata Pulau Bali masih lebih populer daripada
Indonesia. Betapa mudahnya belajar bahasa Indonesia, tidak ada tenses, tidak
ada pembedaan kata berdasar jenis kelamin serta cukup pengulangan kata saja bila
ingin menyebut sesuatu secara jamak. Itulah kesan-kesan yang saya dapatkan dari
beberapa teman dari seluruh belahan bumi setelah saya mempresentasikan
Indonesia dalam forum International Presentation di departemen saya di TU
Delft. Ya, di situlah kesempatan mengenalkan dan mempromosikan Indonesia di
forum yang lebih luas, dunia. Mengapa saya sebut dunia karena ternyata
departemen saya ini diisi oleh mahasiswa lintas negara, mulai dari Belanda,
Prancis, Jerman, Meksiko, Yunani, China, India, Iran, Jepang, Italia, Turki, Malta, Rumania, Indonesia dan
Inggris. Hal ini membuat nuansa Belanda tidak banyak terasa sekalipun TU Delft ini adalah
universitas Belanda. Entah siapa penggagasnya, yang jelas forum bulanan ini
menarik untuk diikuti. Dan, yang saya tangkap, ada rasa saling menghormati yang
muncul setelah masing-masing mempresentasikan negaranya. Di departemen saya
ini, hanya saya seorang yang berasal dari Indonesia. Oleh karenanya, ketika
datang tawaran kepada saya untuk mempresentasikan Indonesia, mau tidak mau harus
saya sendiri yang melakukannya. Ada perasaan wajib dalam hati untuk melakukannya. Ditemani kripik singkong dan kue kering khas Indonesia yang saya temukan
di salah satu supermarket di Delft, saya beranikan diri ngomong tentang
Indonesia.
Awalnya, sempat muncul sedikit
keraguan dalam diri saya dalam mempersiapkan presentasi. Indonesia memang sudah
lama dikenal dengan budayanya yang luhur, alamnya yang indah, makanannya yang
super lezat serta hasil kerajinan tangannya yang unik. Semua orang di belahan
bumi lain pun tahu dan mengakui hal ini. Namun, adakah hal-hal lain yang bisa
saya tunjukkan bahwa inilah Indonesia yang juga hebat, sejajar dengan
negara-negara lain yang unggul, terutama dalam hasil karyanya yang berdaya saing, bukan hanya dari
alam, budaya dan flora faunanya? Saya sempat berpikir keras, karena harus saya
akui banyak imej buruk tentang Indonesia yang ternyata diketahui oleh
orang-orang asing. Saya ingat, sekitar tiga tahun yang lalu, seorang kawan
India pernah bercerita santai pada saat coffee break tentang hebohnya video
tidak sopan yang diputar di forum wakil rakyat Indonesia. Jelas, hal ini
memalukan bagi saya, apalagi saat itu sedang berada di negeri orang. Memang
benar sebuah anggapan, ketika kita sedang belajar di negeri orang, kita ini
laksana seorang duta bagi Indonesia. Hal buruk tentang situasi dalam negeri yang dibicarakan orang asing dan sampai di telinga kita sungguh sangat mengusik hati.
Singkatnya, olah pikir saya akhirnya membuahkan
ide untuk menampilkan produk-produk teknologi terbaru yang ada di Indonesia dan
dibuat oleh tangan-tangan terampil orang Indonesia. Saya fokuskan pada dunia penerbangan
dan industri militer Indonesia yang saya ikuti perkembangannya. Foto pesawat
CN-235 buatan PT. Dirgantara Indonesia dan CASA, produk-produk kapal dari PT. PAL,
hingga panser dan jip tempur karya PT. Pindad adalah beberapa gambar yang saya
tampilkan dalam presentasi. Tidak banyak, karena produk-produk nasional yang tergolong high-tech semacam itu dan yang sudah bisa menembus pasaran internasional memang belum banyak. Namun dengan itulah, saya bisa merasakan kebanggaan sebagai
orang Indonesia, ada produk-produk yang layak ditunjukkan kepada dunia. Tidak
lupa, di akhir presentasi saya sedikit bercerita sambil berpromosi tentang
Garuda Indonesia, satu-satunya national flag carrier milik Indonesia.
Lagi-lagi, segudang prestasi yang telah diraih maskapai nasional ini dalam
beberapa tahun terakhir bisa membuat saya tersenyum bangga di depan
teman-teman saya. Inilah The World’s Best Economy Class (2013), The Best
Regional Airline in Asia (2012) dan The World’s Best Regional Airline (2012) versi
Skytrax, sebuah lembaga penilai performa maskapai yang sangat diakui dunia. Saya
petik sebuah kesimpulan, bahwa karya nyatalah yang bisa membuat bangga saat menampilkan
Indonesia di depan mata dunia, bukan sekedar rencana muluk-muluk, janji-janji
yang tak kunjung direalisasikan serta komentar-komentar yang tidak dibuktikan
menjadi karya yang sebenarnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar