Minggu, 16 November 2014

Tahun Kedua: Masa Coba-coba Seorang Kandidat Ph.D. di Belanda

Seperti yang pernah saya ulas dalam tulisan sebelumnya, kehidupan sebagai seorang kandidat Ph.D. di negeri orang selalu penuh dengan lika-liku, mulai dari perjuangan akademik, perjuangan dalam kehidupan personal, hingga hal-hal unik yang –mungkin- hanya bisa ditemui oleh sang pelaku atau mahasiswa doktoral itu sendiri dan keluarganya

Ulasan saya kali ini berkaitan dengan tahun kedua seorang promovendus, kandidat Ph.D., di Belanda. Saya beranikan diri menulis dan membagi cerita ini setelah saya ‘berhasil’ melalui tahun kedua ini dengan segudang pengalaman yang bisa saya raup darinya.


Tahun kedua seorang promovendus saya sebut sebagai masa coba-coba. Mengapa? Jika melihat runutan cara bekerja seorang kandidat Ph.D. di Belanda di tulisan saya sebelumnya, tahun kedua ini adalah masa dimana ia, mau tidak mau, harus serius memulai eksekusi program-program atau agenda penelitian yang disusun dalam proposal penelitiannya kepada pembimbing di tahun pertama. Di tahun kedua inilah, ia harus turun tangan, melumuri jari-jemari dan muka dengan keringat untuk mulai mencoba bereksperimen di laboratorium maupun di lapangan. Tentu, tidak semua eksperimen akan berhasil. Bahkan, tidak jarang gagal total, hingga proposal pun harus dirombak habis-habisan, untuk mengganti atau mengubah metode yang harus ditempuh untuk mendapatkan data-data yang diperlukan.

Sepanjang tahun kedua, saya pun menjalani masa ini penuh dengan coba-coba, bahkan tak jarang seolah membuang banyak waktu dan bahan-bahan penelitian yang disediakan. Tak terhitung berapa botol serbuk logam sampel yang telah saya buang karena metode yang saya tempuh tidak menghasilkan apa yang saya harapkan.

Rentang waktu Agustus hingga Oktober 2013 lalu, saya menghabiskan waktu berada di laboratorium hanya untuk mengamati kemungkinan metode observasi dengan mikroskop optik bisa saya gunakan untuk menganalisis campuran antara dua jenis serbuk yang berbeda sifatnya. Sayangnya, tidak ada hasil yang memuaskan saya dari serangkaian coba-coba yang dilakukan tadi. Saya pun luruh, beralih ke agenda penelitian lain yang ternyata lebih menarik perhatian. Penelitian di ruang mikroskop tadi saya hentikan sementara waktu, sambil melempar rasa jenuh yang memang sudah bercokol di kepala. Senangnya, ‘perselingkuhan’ ini ternyata membuahkan hasil, berupa sebuah manuskrip untuk publikasi. Pikiran yang sudah adem dan rasa gembira karena tambahan publikasi yang ditelurkan, membuat saya bergidik kembali membuka catatan dan memulai penelitian yang saya hentikan tadi.

Penelitian yang sempat terbengkalai beberapa bulan itu saya lanjutkan kembali dengan pendekatan baru yang diperoleh dari ide-ide yang bertebaran selama beberapa minggu terakhir. Walaupun membuahkan data-data yang menarik, namun saya masih tetap belum yakin atas kehandalan hasil eksperimen tersebut. Sekali lagi, ada agenda penelitian lain yang menarik perhatian saya. Singkat cerita, saya masih tetap gembira karena ‘selingkuhan’ ini ternyata juga membuahkan hasil, yakni sebuah manuskrip untuk publikasi hasil penelitian, yang hingga detik ini masih berada di tangan pembimbing saya untuk dikoreksi.

Hari ini, dua tahun dua bulan sudah saya menjalani kehidupan sebagai promovendus. Tahun kedua sudah saya lalui. Dua kali pula saya campakkan sebuah topik penelitian saya seperti di cerita di atas. Namun, saya berharap saat inilah yang tepat untuk serius menggarapnya lagi. Berharap pula, semoga penelitian ini berakhir baik, hingga dapat membuahkan hasil yang cukup untuk sebuah publikasi sebagai syarat kelulusan saya nantinya. Inilah kehidupan di tahun kedua, masa coba-coba!