Untitled. Tidak berjudul. Tulisan ini memang
seharusnya tidak berjudul, karena saya sendiri awalnya tidak mempunyai
gagasan apapun untuk dijadikan topik sebuah tulisan.
Bahasa campurannya, lagi nge-blank, sedang
vakum ide atau gagasan. Namun, jari-jemari ini rasanya masih saja ingin
menari-nari di atas papan ketik laptop saya.
Barangkali menurut sebagian pembaca, saya ini aneh, ngapain menulis kalau memang tidak ada gagasan untuk ditulis. Tetapi, pendapat ini tidak sepenuhnya benar. Di luar sana, ternyata tidak sedikit mereka, termasuk para blogger, yang justru menceritakan kisahnya kukuh menulis di saat tidak ada gagasan apapun untuk ditulis. Hanya energi besar untuk menulis yang berada di jari-jemari mereka, yang menggerakkan mereka untuk tetap menulis.
Barangkali menurut sebagian pembaca, saya ini aneh, ngapain menulis kalau memang tidak ada gagasan untuk ditulis. Tetapi, pendapat ini tidak sepenuhnya benar. Di luar sana, ternyata tidak sedikit mereka, termasuk para blogger, yang justru menceritakan kisahnya kukuh menulis di saat tidak ada gagasan apapun untuk ditulis. Hanya energi besar untuk menulis yang berada di jari-jemari mereka, yang menggerakkan mereka untuk tetap menulis.
Tidak ada yang salah dengan hal ini, membiarkan
jari-jemari menumpahkan energi yang masih tersisa, apalagi menjelang tidur,
saat dimana seharusnya jemari hingga pikiran pun beristirahat sejenak. Menyimpan energi menulis yang sedemikian besar justru acapkali membuat kita sulit tidur. Benar, 'kan? Lalu, bagaimana dengan tulisan yang dihasilkan? Jujur,
seringkali tulisannya menjadi ngawur,
topik yang dibicarakan ngelantur dan bahasanya 'hancur' karena tidak memakai persiapan sama sekali.
Tetapi, tunggu dulu. Tulisan ngawur semacam ini kerap kali menjadi pembuka pintu gagasan cemerlang di kemudian hari. Biarkanlah tulisan-tulisan ngawur kita itu tertumpah memenuhi buku harian, log-book maupun file-file dokumen kita. Lalu simpan, tutup rapat-rapat untuk sementara waktu apabila kita masih merasa belum yakin tulisan tersebut mengandung manfaat dan enak untuk dibaca. Di lain waktu, bukalah kembali tulisan-tulisan tersebut. Bisa dipastikan otak dan pikiran kita akan bekerja kembali, setidaknya tergelitik untuk bermain-main dengan urutan dan pilihan kata sesuai perasaan kita saat membacanya kembali. Lalu, jari-jemari usil kita pun mulai mengambil dan menggoyangkan pena, atau menari kembali di atas papan ketik laptop atau komputer, menghadirkan kata-kata baru yang semakin indah dan menawan.
Tetapi, tunggu dulu. Tulisan ngawur semacam ini kerap kali menjadi pembuka pintu gagasan cemerlang di kemudian hari. Biarkanlah tulisan-tulisan ngawur kita itu tertumpah memenuhi buku harian, log-book maupun file-file dokumen kita. Lalu simpan, tutup rapat-rapat untuk sementara waktu apabila kita masih merasa belum yakin tulisan tersebut mengandung manfaat dan enak untuk dibaca. Di lain waktu, bukalah kembali tulisan-tulisan tersebut. Bisa dipastikan otak dan pikiran kita akan bekerja kembali, setidaknya tergelitik untuk bermain-main dengan urutan dan pilihan kata sesuai perasaan kita saat membacanya kembali. Lalu, jari-jemari usil kita pun mulai mengambil dan menggoyangkan pena, atau menari kembali di atas papan ketik laptop atau komputer, menghadirkan kata-kata baru yang semakin indah dan menawan.
Hal yang sama berlaku pula pada saat menulis manuskrip untuk sebuah
publikasi. Ah, lagi-lagi saya
berbicara masalah riset dan publikasi. Maafkan saya, celetukan ini muncul akibat
membiarkan dua paragraf di atas tersimpan semalaman di sebuah folder di laptop saya, yang akhirnya membuka peluang pikiran saya terkontaminasi dengan kata 'publikasi' lagi.
Kembali ke masalah menulis. Boleh dikata saya ini boros, boros dalam menggunakan
kertas dalam proses menulis. Setiap kali saya selesai membuat tulisan, saya
selalu mencetaknya melalui printer. Jika
masih belum puas dengan isi maupun bahasanya, biasanya print-out tulisan tadi akan saya simpan rapat-rapat dalam lemari
atau tumpukan buku, pokoknya jauh
dari pandangan saya sehari-hari selama beberapa waktu. Bisa tiga hari hingga
seminggu. Saya jauhi tulisan saya tersebut dan beranjak mengerjakan aktivitas
lain yang bisa memalingkan ingatan saya dari tulisan tersebut. Setelah tiba
waktu untuk membukanya kembali, bahagialah saya. Bukan karena tiba-tiba tulisan
menjadi sempurna secara ajaib, melainkan pikiran yang berubah menjadi lebih
tajam mengenali segala kesalahan dan kekurangan yang ada dalam tulisan
tersebut. Mungkin inilah yang disebut mengistirahatkan pikiran. Melepaskan
pikiran dari rutinitas, termasuk rutinitas menulis. Rutinitas seringkali membuat
kita tidak objektif dalam menilai sesuatu. Benar atau tidak, pembaca sendiri yang bisa menilainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar