Judul di atas bukanlah lelucon di
tengah masa karantina akibat wabah COVID-19 yang terjadi pada saat ini. Tetapi
memang benar adanya. Beberapa waktu lalu, di awal-awal booming tentang
wabah virus Corona ini, saya membaca sejumlah tulisan tentang Isaac Newton,
ilmuwan kesohor dari negeri Britania Raya yang juga pernah mengalami periode
kelam saat wabah mendera negeri itu. Terinspirasi cerita ini, saya lekas
membuka koleksi perpustakaan pribadi yang ternyata juga menyimpan dua buah buku
tentang Isaac Newton.
Salah satu buku yang saya simpan berjudul:
Isaac Newton, karya Michael White; merupakan bagian dari seri buku ilmuwan yang
mengubah dunia terbitan PT Gramedia Pustaka Utama pada tahun 1992. Buku aslinya
diterbitkan di Inggris oleh Exley Publications Ltd. tahun 1991. Saya
mendapatkan buku ini sekira tahun 1996 di sebuah toko buku di Jogja.
Sampul buku "Isaac Newton", karya Michael White |
Newton adalah salah satu orang
hebat yang pernah lahir di muka bumi ini. Kalau tidak salah, seorang penulis
buku -saya lupa namanya dan judul buku yang ia tulis- menobatkan Sir Isaac
Newton sebagai tokoh kedua yang paling berpengaruh di dunia, di bawah Kanjeng
Nabi Muhammad SAW. Lewat Newton, tercetus banyak hukum-hukum fisika yang
mendasari ilmu mekanika dan revolusi industri di masa-masa selanjutnya. Konon,
sebelum kemunculan Albert Einstein dengan teori relativitasnya, teori-teori
mekanika dari Newton adalah yang paling berpengaruh, sehingga teori mekanika
Newton banyak yang menyebutnya sebagai mekanika klasik.
Di buku yang saya koleksi ini, ada
cerita menarik tentang Newton di tengah masa lockdown akibat wabah yang
mendera Kota London dan sekitarnya. Wabah tersebut menyebar hingga sampai ke
Cambridge, tempat kuliah Newton, dan kota-kota lain di Inggris. Daripada saya
bercerita panjang lebar, mungkin lebih baik saya tulis ulang teks dalam buku itu,
terutama pada bagian yang bercerita tentang bencana wabah tersebut. Oke, saya
tulis seperti di bawah ini ya.
***
Mengungsi dari Bencana Wabah
Newton telah menghasilkan
temuan-temuan besar ini ketika ia masih mahasiswa. Akan tetapi dalam bulan
April 1664, sesudah belajar selama tiga tahun, ia berhasil memperoleh beasiswa.
Ia dibebaskan dari status sebagai mahasiswa subsizar, sehingga tidak lagi harus
mengerjakan tugas-tugas kasar yang diwajibkan kepada seorang mahasiswa miskin.
Setahun kemudian, tahun 1665, ia berhak menyandang gelar Bachelor of Arts,
sebuah gelar ayng dengan sendirinya diberikan setelah menyelesaikan kurikulum
empat tahun di universitas. Ini berarti bahwa ia dapat tinggal empat tahun lagi
di Trinity College, unutk terus menggali ilmu dan pengetahuan yang disukainya.
Newtan langsung tenggelam dalam
pengembangan gagasan-gagasannya tentag bagaimana cahaya berperilaku dan pada
waktu yang sama emulai penelitiannya terhapdap gravitasi dan bagaimana
planet-planet beredar dalam lintasan masing-masing.
Meskipun demikian, awal kegiatan
eksperimen resminya di Cambridge terpaksa terhenti. Dalam musim panas 1665
sebuah malapetaka besar mengancam seluruh negeri. Tak seorang pun mampu
mencegahnya dan hampir tak seorang pun akan mampu bertahan terhadap serangannya.
Wabah penyakit yang luar biasa sudah pasti dan seegra akan menyerang.
Wabah dimulai di London tempat
orang tinggal dalam lingkungan yang berhimpitan dan kondisi yang sangat tidak
sehat. Dalam waktu singkat wabah itu memporakporandakan kota London. Ribuan
orang tewas sesudah mengalami penderitaan yang hebat. Setiap korban mengalami
demam yang sangat tinggi serta tubunya penuh dengan binitil-bintil merah yang
menjijikkan, dan dalam waktu tidak begitu lama nyawanya terenggut sesudah
mederita kesakitan. Mayat-mayat dikumpulkan dan diangkut dengan kereta-kereta
besar, kemudian dikuburkan secara massal di tempat yang jauh dari kawasan
penduduk. Di beberapa wilayah jumlah korban yang tewas lebih besar dari yang
selamat. Selanjutnya, dalam bulan-bulan pyang panas tahun 1665, wabah mulai
menyebar ke luar dari ibukota. Orang-orang yang keluar dari London membawa
serta bibit penyakit yang menakutkan itu ke kota-kota lain dan menulari
penduduk yang masih sehat. Pada bulan Juni 1665, Cambridge dianggap sudah
terlalu berbahaya untuk dihuni, karena itu universitas sengaja ditutup. Bersama
para mahasiswa lain, Newton meninggalkan Cambridge. Ia kembali ke Lincolnshire
tempat ia bisa melanjutkan penelitiannya di rumah besar warisan ayahnya.
Kembali ke Rumah
Selama setahun terakhir di
Trinity, Newton telah bekerja ekstra keras. Sesudah meraih gelarnya, ia
mempunyai waktu lebih banyak untuk mengembangkan perelitiannya sendiri. Kendala
pertama yang harus diatasi dalam pengembangan gagasan-gagasannya adalah
kurangnya dasar matematika yang dimilikinya. Walaupun matematika merupakan
salah satu mata kuliah yang penting dalam studinya, saat itu sedikit sekali
pakar matematika di dunia yang telah mengembangkan teknik-teknik tingkat tinggi
seperti yang dibutuhkannya. Karena sedikit bukan berarti tidak ada, maka ia
mumutuskan untuk melacak karya tulis orang-orang langka itu di perpustakaan
pusat Cambridge.
Setelah mencari kesana dan ke
mari, akhirnya Newton menemukan hasil karya seorang filsuf dan matematikawan
Prancis yang tersohor, Rene Descartes, dan filsuf INggris, Henry More. Mereka
adalah dua orang di antara para tokoh Gerakan “New Science”, sebuah
Gerakan kalangan pemikir yang pengaruhnya menyebar ke seluruh Eropa. Gerakan
ini berusaha mendobrak dinding batas antara sains modern dan matematika.
Isaac Newton, yang ketika itu
baru berusia dua puluh tiga tahun, pastilah akan terkejut andaikata ada orang
dari zaman kini yang memberitahukannya bahwa beberapa tahun lagi saja ia
sendiri akan menjadi slah satu anggota terkemuka klub eksklusif ini.
Selama awal tahun 1665, masih di
Cambridge, Newton membaca semua catatan yang dibuat oleh para pemikir agung
tersebut, dan ketika akhirnya ia tidak menemukan yang dibutuhkannya untuk
mendukung cikal bakal teori-teorinya tentang cahaya dan mekanika, hanya asatu
yang dapat diperbuatnya – menciptakan sendiri matematikanya.
Maka, ketika tiba saatnya Cambridge
terlalu berbahaya untuk ditinggali akibat penyebaran wabah, ia telah melakukan
beberapa langkah awal yang mendukung pemecahan maslah dalam pengembangan
teori-teorinya. Suasana damai dan kesendiriannya di Lincolnshire kebetulan juga
menunjang proses daya ciptanya.
Di akhir musim panas, terobosan
besar itu terjadi, berkat buah apel yang jatuh menimpa kepalanya. Pada saat
itiulah Newton mulai mendapatkan titik terang dalam upaya memecahkan teori
gravitasinya.
***
Demikianlah kisah Newton di masa
lockdown akibat wabah. Kita semua mungkin tidak sekelas dan
secemerlang Newton, yang di balik kesunyiannya menelurkan teori-teori fisika yang
berpengaruh bagi dunia. Tetapi, apa yang bisa kita petik dari penggalan cerita
di atas adalah: whoever you are, please do your best in spending your time
during this Covid-19 crisis. Wabah Covid-19 ini memang membelenggu. Kita harus
tinggal dan bekerja di rumah, stay and work from home, demi membantu
para dokter dan tenaga kesehatan yang sedang berjibaku mengatasi cepatnya
penyebaran wabah ini. Tidak mudah memang, karena kemampuan bekerja kita bisa
jadi tidak maksimal lantaran tidak terbiasa dan bertambah banyaknya urusan yang
harus dikerjakan saat di rumah. Tetapi, mudah-mudahan kita masih tetap menjadi
hamba yang bersyukur, yang bisa terus berkarya sebaik mungkin dalam menjalani
masa-masa krisis ini.