Selasa, 14 April 2020

Kisah Isaac Newton di Tengah Masa Lockdown

Judul di atas bukanlah lelucon di tengah masa karantina akibat wabah COVID-19 yang terjadi pada saat ini. Tetapi memang benar adanya. Beberapa waktu lalu, di awal-awal booming tentang wabah virus Corona ini, saya membaca sejumlah tulisan tentang Isaac Newton, ilmuwan kesohor dari negeri Britania Raya yang juga pernah mengalami periode kelam saat wabah mendera negeri itu. Terinspirasi cerita ini, saya lekas membuka koleksi perpustakaan pribadi yang ternyata juga menyimpan dua buah buku tentang Isaac Newton. 

Salah satu buku yang saya simpan berjudul: Isaac Newton, karya Michael White; merupakan bagian dari seri buku ilmuwan yang mengubah dunia terbitan PT Gramedia Pustaka Utama pada tahun 1992. Buku aslinya diterbitkan di Inggris oleh Exley Publications Ltd. tahun 1991. Saya mendapatkan buku ini sekira tahun 1996 di sebuah toko buku di Jogja.

Sampul buku "Isaac Newton", karya Michael White
Newton adalah salah satu orang hebat yang pernah lahir di muka bumi ini. Kalau tidak salah, seorang penulis buku -saya lupa namanya dan judul buku yang ia tulis- menobatkan Sir Isaac Newton sebagai tokoh kedua yang paling berpengaruh di dunia, di bawah Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Lewat Newton, tercetus banyak hukum-hukum fisika yang mendasari ilmu mekanika dan revolusi industri di masa-masa selanjutnya. Konon, sebelum kemunculan Albert Einstein dengan teori relativitasnya, teori-teori mekanika dari Newton adalah yang paling berpengaruh, sehingga teori mekanika Newton banyak yang menyebutnya sebagai mekanika klasik.

Di buku yang saya koleksi ini, ada cerita menarik tentang Newton di tengah masa lockdown akibat wabah yang mendera Kota London dan sekitarnya. Wabah tersebut menyebar hingga sampai ke Cambridge, tempat kuliah Newton, dan kota-kota lain di Inggris. Daripada saya bercerita panjang lebar, mungkin lebih baik saya tulis ulang teks dalam buku itu, terutama pada bagian yang bercerita tentang bencana wabah tersebut. Oke, saya tulis seperti di bawah ini ya.

***

Mengungsi dari Bencana Wabah

Newton telah menghasilkan temuan-temuan besar ini ketika ia masih mahasiswa. Akan tetapi dalam bulan April 1664, sesudah belajar selama tiga tahun, ia berhasil memperoleh beasiswa. Ia dibebaskan dari status sebagai mahasiswa subsizar, sehingga tidak lagi harus mengerjakan tugas-tugas kasar yang diwajibkan kepada seorang mahasiswa miskin. Setahun kemudian, tahun 1665, ia berhak menyandang gelar Bachelor of Arts, sebuah gelar ayng dengan sendirinya diberikan setelah menyelesaikan kurikulum empat tahun di universitas. Ini berarti bahwa ia dapat tinggal empat tahun lagi di Trinity College, unutk terus menggali ilmu dan pengetahuan yang disukainya. 

Newtan langsung tenggelam dalam pengembangan gagasan-gagasannya tentag bagaimana cahaya berperilaku dan pada waktu yang sama emulai penelitiannya terhapdap gravitasi dan bagaimana planet-planet beredar dalam lintasan masing-masing.

Meskipun demikian, awal kegiatan eksperimen resminya di Cambridge terpaksa terhenti. Dalam musim panas 1665 sebuah malapetaka besar mengancam seluruh negeri. Tak seorang pun mampu mencegahnya dan hampir tak seorang pun akan mampu bertahan terhadap serangannya. Wabah penyakit yang luar biasa sudah pasti dan seegra akan menyerang.

Wabah dimulai di London tempat orang tinggal dalam lingkungan yang berhimpitan dan kondisi yang sangat tidak sehat. Dalam waktu singkat wabah itu memporakporandakan kota London. Ribuan orang tewas sesudah mengalami penderitaan yang hebat. Setiap korban mengalami demam yang sangat tinggi serta tubunya penuh dengan binitil-bintil merah yang menjijikkan, dan dalam waktu tidak begitu lama nyawanya terenggut sesudah mederita kesakitan. Mayat-mayat dikumpulkan dan diangkut dengan kereta-kereta besar, kemudian dikuburkan secara massal di tempat yang jauh dari kawasan penduduk. Di beberapa wilayah jumlah korban yang tewas lebih besar dari yang selamat. Selanjutnya, dalam bulan-bulan pyang panas tahun 1665, wabah mulai menyebar ke luar dari ibukota. Orang-orang yang keluar dari London membawa serta bibit penyakit yang menakutkan itu ke kota-kota lain dan menulari penduduk yang masih sehat. Pada bulan Juni 1665, Cambridge dianggap sudah terlalu berbahaya untuk dihuni, karena itu universitas sengaja ditutup. Bersama para mahasiswa lain, Newton meninggalkan Cambridge. Ia kembali ke Lincolnshire tempat ia bisa melanjutkan penelitiannya di rumah besar warisan ayahnya.

Kembali ke Rumah

Selama setahun terakhir di Trinity, Newton telah bekerja ekstra keras. Sesudah meraih gelarnya, ia mempunyai waktu lebih banyak untuk mengembangkan perelitiannya sendiri. Kendala pertama yang harus diatasi dalam pengembangan gagasan-gagasannya adalah kurangnya dasar matematika yang dimilikinya. Walaupun matematika merupakan salah satu mata kuliah yang penting dalam studinya, saat itu sedikit sekali pakar matematika di dunia yang telah mengembangkan teknik-teknik tingkat tinggi seperti yang dibutuhkannya. Karena sedikit bukan berarti tidak ada, maka ia mumutuskan untuk melacak karya tulis orang-orang langka itu di perpustakaan pusat Cambridge. 

Setelah mencari kesana dan ke mari, akhirnya Newton menemukan hasil karya seorang filsuf dan matematikawan Prancis yang tersohor, Rene Descartes, dan filsuf INggris, Henry More. Mereka adalah dua orang di antara para tokoh Gerakan “New Science”, sebuah Gerakan kalangan pemikir yang pengaruhnya menyebar ke seluruh Eropa. Gerakan ini berusaha mendobrak dinding batas antara sains modern dan matematika. 

Isaac Newton, yang ketika itu baru berusia dua puluh tiga tahun, pastilah akan terkejut andaikata ada orang dari zaman kini yang memberitahukannya bahwa beberapa tahun lagi saja ia sendiri akan menjadi slah satu anggota terkemuka klub eksklusif ini. 

Selama awal tahun 1665, masih di Cambridge, Newton membaca semua catatan yang dibuat oleh para pemikir agung tersebut, dan ketika akhirnya ia tidak menemukan yang dibutuhkannya untuk mendukung cikal bakal teori-teorinya tentang cahaya dan mekanika, hanya asatu yang dapat diperbuatnya – menciptakan sendiri matematikanya.

Maka, ketika tiba saatnya Cambridge terlalu berbahaya untuk ditinggali akibat penyebaran wabah, ia telah melakukan beberapa langkah awal yang mendukung pemecahan maslah dalam pengembangan teori-teorinya. Suasana damai dan kesendiriannya di Lincolnshire kebetulan juga menunjang proses daya ciptanya.

Di akhir musim panas, terobosan besar itu terjadi, berkat buah apel yang jatuh menimpa kepalanya. Pada saat itiulah Newton mulai mendapatkan titik terang dalam upaya memecahkan teori gravitasinya.

***

Demikianlah kisah Newton di masa lockdown akibat wabah. Kita semua mungkin tidak sekelas dan secemerlang Newton, yang di balik kesunyiannya menelurkan teori-teori fisika yang berpengaruh bagi dunia. Tetapi, apa yang bisa kita petik dari penggalan cerita di atas adalah: whoever you are, please do your best in spending your time during this Covid-19 crisis. Wabah Covid-19 ini memang membelenggu. Kita harus tinggal dan bekerja di rumah, stay and work from home, demi membantu para dokter dan tenaga kesehatan yang sedang berjibaku mengatasi cepatnya penyebaran wabah ini. Tidak mudah memang, karena kemampuan bekerja kita bisa jadi tidak maksimal lantaran tidak terbiasa dan bertambah banyaknya urusan yang harus dikerjakan saat di rumah. Tetapi, mudah-mudahan kita masih tetap menjadi hamba yang bersyukur, yang bisa terus berkarya sebaik mungkin dalam menjalani masa-masa krisis ini.