Ya namanya mobil tua, bekas lagi.
Pastilah pada umumnya jeroannya tidaklah sesehat mobil baru. Yang namanya debu,
kotoran dan karat pastilah juga ada dimana-mana. Belum lagi komponen-komponen
yang aus lantaran usianya yang tak lagi muda. Sekalipun ketika membeli mobil
tersebut kita mendapatkan jaminan dari penjual bahwa tidak ada PR, pekerjaan
rumah, yang harus kita selesaikan, tetap saja kita perlu sedia dana tambahan
untuk melakukan perbaikan atau pembenahan pada mobil tersebut.
Can you point out the oldest car in this photo? |
Melanjutkan cerita sebelumnya, si
City -panggilan mobil tua saya- saya beli dengan tanpa ba bi bu, tanpa
diskusi yang panjang lebar selama berjam-jam, bahkan berhari-hari dengan
pemilik sebelumnya. Proses tawar menawarnya cukup singkat, mungkin kurang dari
sejam. Mungkin karena saya tidak terlalu suka menawar pada saat membeli barang,
sehingga apabila barang yang saya lihat benar-benar sudah sreg di hati, sudah sesuai
dengan kemauan saya, ya akan saya beli. Saya pun datang hanya berdua bersama
istri saya untuk melakukan transaksi pembelian mobil ini, tanpa didampingi
kawan atau orang yang cukup tahu tentang mesin atau permobilan. Nekad? Iya kali
ya. Hingga saya dan istri merasa terkenang sekali dengan peristiwa ini.
Hihihii..
Alhamdulillah, bak gayung
bersambut, pemilik mobil tersebut adalah orang yang baik dan jujur,
menceritakan apa adanya keadaan mobil. Tentang harga bagaimana? Ya, cukup
beberapa menit saja kami berdiskusi dan akhirnya deal di angka 50an juta
rupiah saja. Harga yang saya lihat sesuai dengan harga pasaran, jadi ya sudah,
mau bagaimana lagi. Pengecekan fisik dan mesin mobil tetap saya lakukan,
berbekal ilmu yang saya peroleh lewat video Youtube di channel Mas Wahid. Hehehee..
banyak ilmu permobilan yang saya dapat dari channel Mas Wahid, termasuk bagaimana
mengendarai mobil matik yang sama sekali tidak saya kuasai sebelumnya. Dan, alhamdulillah
tidak ada masalah umum yang cukup parah di calon mobil saya itu. Setelah
akad jual beli dan pembayaran secara transfer telah lunas dan selesai, mobil
bekas inipun beralih ke tangan saya.
Tibalah agenda saya selanjutnya.
Bagaimanapun juga saya tetap perlu memeriksakan kondisi mobil saya ini. Bekas,
dan berusia 20 tahun; pastinya ada hal-hal yang tak terlihat oleh saya yang
perlu diperiksa dan diperbaiki.
Bagi saya yang teramat awam secara
praktek soal memelihara mobil ini, mencari bengkel yang tepat dan nge-klik di
hati pastinya tidak mudah. Tak berpikir panjang, saya akhirnya memilih bengkel
resmi merek mobil saya sebagai tempat tujuan. Alasannya mungkin kelewat
personal. Selain alasan keawaman saya di atas, saya juga berkeyakinan, bengkel
resmi pastinya akan memberikan jaminan penuh atas pelayanan dan servisnya.
Pasti dan seharusnya begitu, karena dia membawa nama baik perusahaan produsen
mobil yang bersangkutan. Kedua, saya berkeyakinan akan lengkapnya peralatan di
bengkel resmi seperti ini. Ya pastilah, mana mungkin bengkel resmi bertaruh
nama dalam soal perbaikan mobil-mobil dengan merek yang dipegangnya. Tentu
saja, harga servis pastinya lebih mahal dibandingkan jasa yang diberikan oleh
bengkel-bengkel non-resmi.
Alhasil, langkah saya menuju
salah satu bengkel resmi Honda di Jogja sama sekali tak diliput keraguan. Masuk
ke bengkel tersebut rupanya adalah kali pertama saya. Sempat kikuk karena saya tak
pernah punya pengalaman sama sekali menuju bengkel mobil. Ada sedikit
kebingungan begitu moncong mobil masuk ke pelataran depan bengkel. Untungnya,
petugas security sigap membantu dan mengarahkan kemana mobil saya harus
masuk.
Pemeriksaan pertama adalah
kondisi roda, yang prosesnya relatif cepat karena cukup menggunakan sensor di
lorong koridor masuk bengkel. Hasilnya langsung jadi dan disampaikan saat saya
mendaftarkan mobil untuk diservis. Hasil pemeriksaan ban mobil saya membuat
saya memutuskan untuk mengganti ban depan sebelah kiri yang memang sudah tampak
lebih aus daripada ketiga ban lainnya.
Proses servis keseluruhan
membutuhkan waktu kurang lebih 2,5 jam. Cukup lama. Namun, kebosanan bisa
teralihkan dengan adanya ruang tunggu yang lumayan nyaman di bengkel. Perhatian
saya banyak tertuju pada dinding kaca ruang tunggu yang memungkinkan pelanggan
bengkel menengok situasi bengkel, bagaimana para operator bekerja dan menilik
dari kejauhan mobil masing-masing. Saya pun memanfaatkan kesempatan ini
sepuas-puasnya, menatapi berbagai mobil keluaran Honda di Indonesia yang sedang
dalam perbaikan. Ada rasa suka, lantaran membuka ingatan tentang kegandrungan
saya dengan mobil di masa kecil. Sedikit cerita, seingat saya mobil-mobilan
adalah mainan terbanyak saya ketika kecil. Bahkan saya masih ingat, ada
berbagai mobil die-cast yang bentuknya benar-benar mirip pemberian orang
tua saya. Seperti anak-anak era ’80 dan ‘90an, saya pun gandrung dengan film
seri TV Knight Rider, yang tokoh utamanya adalah sebuah supercar hitam legam
nan cantik dan superkeren. Beranjak remaja, saya pun mulai membaca tabloid atau
majalah mobil, misal Otomotif. Meski banyak istilah yang sebenarnya saya tak
begitu paham, tetapi saya menikmati tiap gambar maupun tulisan di media-media
tersebut. Bahkan, akibat sering membaca tabloid Otomotif, saya sempat bermimpi ingin
membeli mobil dengan uang saya sendiri. Impian saya waktu itu adalah sebuah
sedan Honda Accord Executive yang dirilis tahun ‘80an. Meski pada tahun ‘97an
mobil ini sudah tergolong tua, entah kenapa saya suka dengan sedan bongsor
tersebut.
Yang jelas, sembari menunggu
proses pemeriksaan dan perbaikan mobil selesai, diam-diam mata saya selalu tertuju
pada mobil saya. Mobil tua berwarna silver itu memang tampak berbeda dari
mobil-mobil lainnya. Ketika itu, saya sama sekali tak menemukan mobil-mobil
Honda yang seangkatan dengan mobil saya. Mayoritas didominasi oleh Honda Brio,
Mobilio, HR-V, dan segelintir mobil mahal keluaran Honda seperti Civic dan CR-V
yang rilis di tahun-tahun belakangan. No problem, you are old but gold.
Ada bisikan saya yang terlantur ketika menatap mobil tua saya. Ya, punya mobil
tua atau setidaknya beranjak tua, kadangkala bisa membuat orang melirik. Suatu
ketika, dalam kesempatan lain berkunjung ke bengkel Honda itu, sayup-sayup
istri saya mendengar seorang ibu sepuh berkata pada suaminya yang baru saja
memarkir mobil baru mereka untuk diservis, “Pak, mobil seperti ini kok masih jalan
ya. Tahun berapa ya (keluaran mobil ini)?” Hehehee…
Dua setengah jam berlalu.
Pemeriksaan dan perbaikan mobil saya pun berakhir. Secara umum, mobil masih
dalam keadaan sehat wal afiat. Mesin masih cukup baik. Meski demikian, terkuak
juga beberapa PR yang menjadi nilai minus dari mobil tua saya ini. Sektor
kaki-kaki perlu perbaikan, bahkan penggantian, meskipun masih bisa ditunda selama
beberapa waktu. Ya, saya baca di beberapa sumber, bahwa kelemahan mobil
keluaran Honda yang paling dikenal adalah kaki-kaki. Kedua, mobil saya ini
ternyata cukup keras getarannya. Ketika dalam keadaan idle sekalipun,
getaran mesin cukup terasa, mungkin sekeras bus kota jaman saya sekolah dulu.
Benar saja, engine-mounting si City ini harus diganti, Materialnya sudah
terlampau getas, sehingga getaran mesin masuk ke dalam kabin. Mungkin saja, komponen
ini belum pernah diganti sama sekali selama 20 tahun. Bagaimana cerita pengalaman
saya menyelesaikan PR tersebut? Tunggu saja tulisan saya selanjutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar