Rabu, 01 April 2020

Check-up Pertama


Ya namanya mobil tua, bekas lagi. Pastilah pada umumnya jeroannya tidaklah sesehat mobil baru. Yang namanya debu, kotoran dan karat pastilah juga ada dimana-mana. Belum lagi komponen-komponen yang aus lantaran usianya yang tak lagi muda. Sekalipun ketika membeli mobil tersebut kita mendapatkan jaminan dari penjual bahwa tidak ada PR, pekerjaan rumah, yang harus kita selesaikan, tetap saja kita perlu sedia dana tambahan untuk melakukan perbaikan atau pembenahan pada mobil tersebut.
Can you point out the oldest car in this photo?
Melanjutkan cerita sebelumnya, si City -panggilan mobil tua saya- saya beli dengan tanpa ba bi bu, tanpa diskusi yang panjang lebar selama berjam-jam, bahkan berhari-hari dengan pemilik sebelumnya. Proses tawar menawarnya cukup singkat, mungkin kurang dari sejam. Mungkin karena saya tidak terlalu suka menawar pada saat membeli barang, sehingga apabila barang yang saya lihat benar-benar sudah sreg di hati, sudah sesuai dengan kemauan saya, ya akan saya beli. Saya pun datang hanya berdua bersama istri saya untuk melakukan transaksi pembelian mobil ini, tanpa didampingi kawan atau orang yang cukup tahu tentang mesin atau permobilan. Nekad? Iya kali ya. Hingga saya dan istri merasa terkenang sekali dengan peristiwa ini. Hihihii..

Alhamdulillah, bak gayung bersambut, pemilik mobil tersebut adalah orang yang baik dan jujur, menceritakan apa adanya keadaan mobil. Tentang harga bagaimana? Ya, cukup beberapa menit saja kami berdiskusi dan akhirnya deal di angka 50an juta rupiah saja. Harga yang saya lihat sesuai dengan harga pasaran, jadi ya sudah, mau bagaimana lagi. Pengecekan fisik dan mesin mobil tetap saya lakukan, berbekal ilmu yang saya peroleh lewat video Youtube di channel Mas Wahid. Hehehee.. banyak ilmu permobilan yang saya dapat dari channel Mas Wahid, termasuk bagaimana mengendarai mobil matik yang sama sekali tidak saya kuasai sebelumnya. Dan, alhamdulillah tidak ada masalah umum yang cukup parah di calon mobil saya itu. Setelah akad jual beli dan pembayaran secara transfer telah lunas dan selesai, mobil bekas inipun beralih ke tangan saya. 


Tibalah agenda saya selanjutnya. Bagaimanapun juga saya tetap perlu memeriksakan kondisi mobil saya ini. Bekas, dan berusia 20 tahun; pastinya ada hal-hal yang tak terlihat oleh saya yang perlu diperiksa dan diperbaiki. 


Bagi saya yang teramat awam secara praktek soal memelihara mobil ini, mencari bengkel yang tepat dan nge-klik di hati pastinya tidak mudah. Tak berpikir panjang, saya akhirnya memilih bengkel resmi merek mobil saya sebagai tempat tujuan. Alasannya mungkin kelewat personal. Selain alasan keawaman saya di atas, saya juga berkeyakinan, bengkel resmi pastinya akan memberikan jaminan penuh atas pelayanan dan servisnya. Pasti dan seharusnya begitu, karena dia membawa nama baik perusahaan produsen mobil yang bersangkutan. Kedua, saya berkeyakinan akan lengkapnya peralatan di bengkel resmi seperti ini. Ya pastilah, mana mungkin bengkel resmi bertaruh nama dalam soal perbaikan mobil-mobil dengan merek yang dipegangnya. Tentu saja, harga servis pastinya lebih mahal dibandingkan jasa yang diberikan oleh bengkel-bengkel non-resmi.


Alhasil, langkah saya menuju salah satu bengkel resmi Honda di Jogja sama sekali tak diliput keraguan. Masuk ke bengkel tersebut rupanya adalah kali pertama saya. Sempat kikuk karena saya tak pernah punya pengalaman sama sekali menuju bengkel mobil. Ada sedikit kebingungan begitu moncong mobil masuk ke pelataran depan bengkel. Untungnya, petugas security sigap membantu dan mengarahkan kemana mobil saya harus masuk. 


Pemeriksaan pertama adalah kondisi roda, yang prosesnya relatif cepat karena cukup menggunakan sensor di lorong koridor masuk bengkel. Hasilnya langsung jadi dan disampaikan saat saya mendaftarkan mobil untuk diservis. Hasil pemeriksaan ban mobil saya membuat saya memutuskan untuk mengganti ban depan sebelah kiri yang memang sudah tampak lebih aus daripada ketiga ban lainnya.


Proses servis keseluruhan membutuhkan waktu kurang lebih 2,5 jam. Cukup lama. Namun, kebosanan bisa teralihkan dengan adanya ruang tunggu yang lumayan nyaman di bengkel. Perhatian saya banyak tertuju pada dinding kaca ruang tunggu yang memungkinkan pelanggan bengkel menengok situasi bengkel, bagaimana para operator bekerja dan menilik dari kejauhan mobil masing-masing. Saya pun memanfaatkan kesempatan ini sepuas-puasnya, menatapi berbagai mobil keluaran Honda di Indonesia yang sedang dalam perbaikan. Ada rasa suka, lantaran membuka ingatan tentang kegandrungan saya dengan mobil di masa kecil. Sedikit cerita, seingat saya mobil-mobilan adalah mainan terbanyak saya ketika kecil. Bahkan saya masih ingat, ada berbagai mobil die-cast yang bentuknya benar-benar mirip pemberian orang tua saya. Seperti anak-anak era ’80 dan ‘90an, saya pun gandrung dengan film seri TV Knight Rider, yang tokoh utamanya adalah sebuah supercar hitam legam nan cantik dan superkeren. Beranjak remaja, saya pun mulai membaca tabloid atau majalah mobil, misal Otomotif. Meski banyak istilah yang sebenarnya saya tak begitu paham, tetapi saya menikmati tiap gambar maupun tulisan di media-media tersebut. Bahkan, akibat sering membaca tabloid Otomotif, saya sempat bermimpi ingin membeli mobil dengan uang saya sendiri. Impian saya waktu itu adalah sebuah sedan Honda Accord Executive yang dirilis tahun ‘80an. Meski pada tahun ‘97an mobil ini sudah tergolong tua, entah kenapa saya suka dengan sedan bongsor tersebut. 


Yang jelas, sembari menunggu proses pemeriksaan dan perbaikan mobil selesai, diam-diam mata saya selalu tertuju pada mobil saya. Mobil tua berwarna silver itu memang tampak berbeda dari mobil-mobil lainnya. Ketika itu, saya sama sekali tak menemukan mobil-mobil Honda yang seangkatan dengan mobil saya. Mayoritas didominasi oleh Honda Brio, Mobilio, HR-V, dan segelintir mobil mahal keluaran Honda seperti Civic dan CR-V yang rilis di tahun-tahun belakangan. No problem, you are old but gold. Ada bisikan saya yang terlantur ketika menatap mobil tua saya. Ya, punya mobil tua atau setidaknya beranjak tua, kadangkala bisa membuat orang melirik. Suatu ketika, dalam kesempatan lain berkunjung ke bengkel Honda itu, sayup-sayup istri saya mendengar seorang ibu sepuh berkata pada suaminya yang baru saja memarkir mobil baru mereka untuk diservis, “Pak, mobil seperti ini kok masih jalan ya. Tahun berapa ya (keluaran mobil ini)?” Hehehee… 


Dua setengah jam berlalu. Pemeriksaan dan perbaikan mobil saya pun berakhir. Secara umum, mobil masih dalam keadaan sehat wal afiat. Mesin masih cukup baik. Meski demikian, terkuak juga beberapa PR yang menjadi nilai minus dari mobil tua saya ini. Sektor kaki-kaki perlu perbaikan, bahkan penggantian, meskipun masih bisa ditunda selama beberapa waktu. Ya, saya baca di beberapa sumber, bahwa kelemahan mobil keluaran Honda yang paling dikenal adalah kaki-kaki. Kedua, mobil saya ini ternyata cukup keras getarannya. Ketika dalam keadaan idle sekalipun, getaran mesin cukup terasa, mungkin sekeras bus kota jaman saya sekolah dulu. Benar saja, engine-mounting si City ini harus diganti, Materialnya sudah terlampau getas, sehingga getaran mesin masuk ke dalam kabin. Mungkin saja, komponen ini belum pernah diganti sama sekali selama 20 tahun. Bagaimana cerita pengalaman saya menyelesaikan PR tersebut? Tunggu saja tulisan saya selanjutnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar