Kamis, 18 Desember 2014

Di Balik Cerita Sukses Jerman Menjadi Raksasa Industri Manufaktur



The Wall Street Journal memuat sebuah artikel menarik berjudul Behind Germany’s Success Story in Manufacturing pada 1 Juni 2014 lalu. Tulisan reporter Chase Gummer di Frankfurt ini mengangkat kisah singkat tentang rahasia di balik kesuksesan Jerman menjadi salah satu raksasa industri manufaktur dunia, meskipun negara pemenang Piala Dunia 2014 ini sempat hancur lebur 70 tahun lalu, dibombardir oleh Sekutu dalam Perang Dunia II. Tulisan singkat berikut menyadur dan mengisahkan kembali artikel tersebut.

“Di Jerman, lembaga-lembaga riset berperan mendorong ekspor produk manufaktur berteknologi tinggi.”

Cerita kesuksesan Jerman membangun industri manufakturnya sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari peran jejaring lembaga-lembaga atau institut penelitian (research institutions) di negara ini. Salah satunya adalah Frauhofer Society. Jaringan lembaga riset dan inovasi ini telah banyak membantu Jerman hingga menjadikannya eksportir terdepan produk-produk manufaktur berteknologi tinggi, walaupun upah tenaga kerja dan regulasi di negara ini termasuk tinggi dan ketat.
 
Lembaga-lembaga riset yang tergabung dalam jaringan Fraunhofer memainkan peran penting dalam rantai proses inovasi produk di Jerman. Mereka menterjemahkan hasil-hasil riset dasar –yang biasanya ditelurkan oleh universitas- di Jerman ke dalam berbagai terapan yang layak untuk kepentingan bisnis. Produk format audio MP3 adalah salah satu produk inovasi paling terkenal dari jaringan Fraunhofer, dimana dari produk ini lahirlah ribuan paten.
 
Berbagai inovasi yang dilakukan oleh jaringan Fraunhofer ini sanggup menghidupi perusahaan-perusahaan skala kecil dan menengah (small and medium-size companies) di Jerman. Perlu untuk diketahui bahwa perusahaan kecil dan menengah selama ini menjadi tulang punggung perekonomian Jerman. Lewat strategi semacam ini, perusahaan kecil dan menengah di Jerman dapat ‘bermain’ dan bersaing dalam skala global, walaupun barang tetap diproduksi secara lokal. Hingga pada akhirnya, ekonomi negara ini stabil, bahkan meningkat pertumbuhannya (baca tulisan saya terdahulu di sini). 
(Gambar: http://www.iof.fraunhofer.de/en.html)
Dicontohkan, sebuah perusahaan di Kota St. Augustin, Jerman bekerja sama dengan Fraunhofer Institute for Applied Information Technology untuk mengembangkan perangkat (tools) baru untuk mengelola data dan teknologi scanning untuk aplikasi skala molekuler. Di Stuttgart, perusahaan-perusahaan konstruksi menggandeng Fraunhofer’s Institute for Building Physics untuk mengembangkan bahan-bahan khusus yang dapat digunakan untuk mengurangi kebisingan (noise-canceling materials). Bersama lembaga ini, beberapa perusahan juga tengah mempelajari bagaimana merancang bangunan yang lebih efisien dengan mempertimbangkan faktor perambatan panas dan uap air dalam struktur bangunan tersebut.

Jejaring penelitian semacam Fraunhofer juga menyokong perekonomian suatu wilayah. Misalnya saja yang terjadi di Jena, sebuah kota di sudut tenggara Jerman yang selama ratusan tahun masyarakatnya dikenal dengan keahliannya dalam membuat peralatan optik. Setelah reunifikasi Jerman Barat dan Jerman Timur pada tahun 1990, Fraunhofer mendirikan Institute for Applied Optics and Precision Engineering di kota ini. Menggandeng perusahaan-perusahaan swasta seperti Carl Zeiss AG, lembaga ini fokus mengembangkan dan memproduksi lensa optik dan teknologi pemotongan presisi (precision cutting). Tercatat selama 20 tahun terakhir, Fraunhofer berhasil mengembangkan teknologi cahaya dan laser untuk berbagai aplikasi, seperti pengukuran dan telekomunikasi. Tidak mengherankan bila kemudian keberadaan Fraunhofer menjadikan Kota Jena sebagai rumah bagi lebih dari 40 perusahaan yang bergerak di bidang teknologi optik dan laser.

(Gambar: http://www.wsj.com/articles/behind-germanys-success-story-in-manufacturing-1401473946)
Diceritakan pula, Mahr GmbH, salah satu perusahaan yang bergerak di bidang pembuatan instrumen untuk pengukuran presisi, pernah meminta bantuan Fraunhofer di Kota Jena ini untuk mengembangkan produk-produk barunya di tahun 2012. Dengan keahliannya di bidang laser, lembaga riset ini berhasil mengembangkan peralatan untuk mengukur objek 3-dimensi dengan cepat. Mahr lalu memborong lisensi atas produk yang kini menjadi andalan dari perusahaan tersebut.

“Pemerintah Jerman mempunyai kontribusi sebesar hampir 2/3 dari budget tahunan yang digunakan untuk menghidupi Fraunhofer. Sementara, sisanya ditanggung oleh industri swasta.”
Yang menarik, hampir 2/3 dari total biaya tahunan dari jaringan lembaga riset Fraunhofer ini, yakni 2,75 milyar dollar, ditanggung oleh pemerintah. Sementara, sisanya disokong oleh kontrak-kontrak kerja yang dibuat bersama industri swasta.

Jaringan lembaga riset Frauhofer mempekerjakan para profesor di bidang rekayasa atau engineering, yang telah memiliki pengalaman kerja di industri selama bertahun-tahun. Selain itu, sekitar 30% dari total 22.000 karyawan di Fraunhofer adalah mahasiswa doktoral (Ph.D.). Pada akhirnya, banyak di antara mereka menempati posisi-posisi manajemen di beberapa perusahaan terkemuka, seperti Audi dan Porsche. Tidak sedikit pula yang memilih untuk mendirikan perusahaannya sendiri setelah keluar dari lembaga ini.