The Wall Street
Journal memuat
sebuah artikel menarik berjudul Behind
Germany’s Success Story in Manufacturing pada 1 Juni 2014 lalu. Tulisan reporter
Chase Gummer di Frankfurt ini mengangkat kisah singkat tentang rahasia di balik
kesuksesan Jerman menjadi salah satu raksasa industri manufaktur dunia,
meskipun negara pemenang Piala Dunia 2014 ini sempat hancur lebur 70 tahun
lalu, dibombardir oleh Sekutu dalam Perang Dunia II. Tulisan singkat berikut menyadur dan mengisahkan
kembali artikel tersebut.
“Di Jerman, lembaga-lembaga riset berperan mendorong ekspor produk manufaktur berteknologi tinggi.”
Cerita kesuksesan Jerman membangun industri
manufakturnya sesungguhnya tidak bisa dilepaskan dari peran jejaring lembaga-lembaga
atau institut penelitian (research
institutions) di negara ini. Salah satunya adalah Frauhofer Society. Jaringan lembaga riset dan inovasi ini telah
banyak membantu Jerman hingga menjadikannya eksportir terdepan produk-produk
manufaktur berteknologi tinggi, walaupun upah tenaga kerja dan regulasi di
negara ini termasuk tinggi dan ketat.
Lembaga-lembaga riset yang tergabung dalam
jaringan Fraunhofer memainkan peran penting dalam rantai proses inovasi produk
di Jerman. Mereka menterjemahkan hasil-hasil riset dasar –yang
biasanya ditelurkan oleh universitas- di Jerman ke dalam berbagai terapan yang layak
untuk kepentingan bisnis. Produk format audio MP3 adalah salah satu produk inovasi
paling terkenal dari jaringan Fraunhofer, dimana dari produk ini lahirlah ribuan
paten.
Berbagai inovasi yang dilakukan oleh jaringan
Fraunhofer ini sanggup menghidupi perusahaan-perusahaan skala kecil dan
menengah (small and medium-size companies)
di Jerman. Perlu untuk
diketahui bahwa perusahaan kecil dan menengah selama ini menjadi tulang
punggung perekonomian Jerman. Lewat
strategi semacam ini, perusahaan kecil dan menengah di Jerman dapat ‘bermain’
dan bersaing dalam skala global, walaupun barang tetap diproduksi secara lokal. Hingga pada akhirnya, ekonomi negara ini stabil, bahkan
meningkat pertumbuhannya (baca tulisan saya terdahulu di sini).
![]() |
(Gambar: http://www.iof.fraunhofer.de/en.html) |
Dicontohkan, sebuah perusahaan di Kota St. Augustin, Jerman bekerja sama
dengan Fraunhofer Institute for Applied
Information Technology untuk mengembangkan perangkat (tools) baru untuk mengelola data dan teknologi scanning untuk aplikasi skala molekuler. Di Stuttgart,
perusahaan-perusahaan konstruksi menggandeng Fraunhofer’s Institute for Building Physics untuk mengembangkan bahan-bahan
khusus yang dapat digunakan untuk mengurangi kebisingan (noise-canceling materials). Bersama lembaga ini, beberapa perusahan
juga tengah mempelajari bagaimana merancang bangunan yang lebih efisien dengan
mempertimbangkan faktor perambatan panas dan uap air dalam struktur bangunan
tersebut.
Jejaring penelitian semacam Fraunhofer juga
menyokong perekonomian suatu wilayah. Misalnya saja yang terjadi di Jena, sebuah kota di sudut tenggara Jerman
yang selama ratusan tahun masyarakatnya dikenal dengan keahliannya dalam membuat
peralatan optik. Setelah reunifikasi Jerman Barat dan Jerman Timur pada tahun
1990, Fraunhofer mendirikan Institute for
Applied Optics and Precision Engineering di kota ini. Menggandeng
perusahaan-perusahaan swasta seperti Carl Zeiss AG, lembaga ini fokus
mengembangkan dan memproduksi lensa optik dan teknologi pemotongan presisi (precision cutting). Tercatat selama 20
tahun terakhir, Fraunhofer berhasil mengembangkan teknologi cahaya dan laser
untuk berbagai aplikasi, seperti pengukuran dan telekomunikasi. Tidak
mengherankan bila kemudian keberadaan Fraunhofer menjadikan Kota Jena sebagai
rumah bagi lebih dari 40 perusahaan yang bergerak di bidang teknologi optik dan
laser.
![]() |
(Gambar: http://www.wsj.com/articles/behind-germanys-success-story-in-manufacturing-1401473946) |
Diceritakan pula, Mahr GmbH, salah satu perusahaan yang bergerak di bidang
pembuatan instrumen untuk pengukuran presisi, pernah meminta bantuan Fraunhofer
di Kota Jena ini untuk mengembangkan produk-produk barunya di tahun 2012.
Dengan keahliannya di bidang laser, lembaga riset ini berhasil mengembangkan
peralatan untuk mengukur objek 3-dimensi dengan cepat. Mahr lalu memborong lisensi
atas produk yang kini menjadi andalan dari perusahaan tersebut.
“Pemerintah Jerman mempunyai kontribusi sebesar hampir 2/3 dari budget tahunan yang digunakan untuk menghidupi Fraunhofer. Sementara, sisanya ditanggung oleh industri swasta.”
Yang menarik, hampir 2/3 dari total biaya tahunan dari jaringan lembaga
riset Fraunhofer ini, yakni 2,75 milyar dollar, ditanggung oleh pemerintah. Sementara,
sisanya disokong oleh kontrak-kontrak kerja yang dibuat bersama industri
swasta.
Jaringan lembaga riset Frauhofer mempekerjakan para profesor
di bidang rekayasa atau engineering,
yang telah memiliki pengalaman kerja di industri selama bertahun-tahun. Selain
itu, sekitar 30% dari total 22.000 karyawan di Fraunhofer adalah mahasiswa
doktoral (Ph.D.). Pada akhirnya, banyak di antara mereka menempati
posisi-posisi manajemen di beberapa perusahaan terkemuka, seperti Audi dan Porsche. Tidak sedikit pula yang memilih untuk mendirikan
perusahaannya sendiri setelah keluar dari lembaga ini.