Minggu, 19 April 2020

Reparasi Sistem Power Window


Penggunaan sistem elektrik untuk membuka tutup kaca jendela pada pintu mobil sudah bukan barang baru lagi saat ini. Orang menyebutnya: power window. Prinsipnya, membuka dan menutup kaca jendela tidak perlu lagi mengayuh engkol secara manual dengan tangan, tetapi cukup hanya dengan menekan tombol untuk mengaktifkan sistem elektrik yang akan menggerakkan regulator dan menaikturunkan kaca jendela. Secara umum, prinsip kerjanya seperti pada gambar berikut.
Sistem power window. Prinsip kerjanya, arus listrik yang dialirkan pada motor akan menstimulasi gerakan regulator, sehingga kaca jendela dapat naik turun cukup dengan menekan tombol. Sumber gambar: www.kcautorepairshop.com
Suatu petang, kaca jendela sisi pengemudi si City bermasalah. Awal cerita, saya hanya ingin membuka jendela untuk membantu pengamatan saya ke belakang saat memutar arah mobil. Maklum, mobil ini driven by feeling, not by sensor, hehehe… Selesai berputar saya mencoba menaikkan kembali kaca tersebut. Tetapi, glek… tidak bisa! Saya coba turunkan dan naikkan lagi. Ternyata gerakan kaca berhenti hingga hanya menutup hampir separuh jendela. Jadilah, petang itu saya parkir si City dengan keadaan kaca setengah terbuka. Sempat agak panik, namun alhamdulillah masih saya syukuri bahwa saya parkir di kompleks rumah orang tua saya dan hari sedang tidak turun hujan.

Esok harinya, saya segera mencari bengkel yang bisa memperbaiki masalah sistem power window si City. Awalnya, saya ingin menuju bengkel resmi. Tetapi, saya berpikir ulang. Bengkel resmi pastinya bisa memperbaiki masalah ini. Hanya saja, karena si City ini adalah mobil tua, ketersediaan spare-part bisa menjadi masalah tambahan. Spare-part untuk sistem power window ini tidak selalu ada karena usia si City yang sudah tidak muda lagi. Dan, kalaupun ada, mungkin saya harus menunggu agak lama untuk proses pemesanan, karena bisa jadi harus dipesan dulu hingga ke bengkel Honda pusat di Jakarta. Akhirnya saya putuskan menuju bengkel yang relatif lebih kecil, tetapi mengklaim sebagai spesialis pintu mobil di seputaran Jogja. Sebut saja namanya ya; bengkel ini adalah Rio Servis, yang alamatnya di Jalan Pramuka; cukup mudah bagi saya untuk menemukan lokasinya. Bengkel ini saya temukan juga setelah browsing lewat Google.
Roda gigi regulator yang telah rusak

Singkat cerita, pintu sebelah kanan depan si City dibongkar, diurai dan diperbaiki bagian yang rusak. Ada dua bagian yang ditemui sudah tidak berfungsi dengan baik: roda gigi regulator dan karet sil kaca bagian bawah. Roda gigi regulator kaca jendela si City ini memang sudah rusak parah. Karat sudah menyelubungi hampir semua bagian komponen ini. Beberapa gigi pun sudah rompal alias aus dan meruncing. Sementara itu, sil karet - di gambar pertama disebut window channel - yang menjadi alur bergerak kaca saat dinaikturunkan, ditemui dalam keadaan mengering, getas dan aus di permukaannya, sehingga mengganggu pergerakan kaca saat dinaikturunkan oleh regulator.
Sil karet kaca jendela yang telah aus

Nah, tebakan saya, kombinasi roda gigi regulator yang berkarat dan getasnya karet sil kaca inilah penyebab macetnya kaca jendela si City. Ketika karet sil getas, ia menjadi kaku, sehingga menyulitkan kaca untuk bergerak naik turun secara lancar. Seringkali, agar kaca tetap bisa naik turun, pergerakan kaca ini dibantu secara paksa oleh tangan yang menarik atau menekan kaca untuk bergerak. Gerakan karena dipaksa inilah yang -mungkin- berimbas pada rompalnya roda gigi regulator. Apalagi keadaan komponen ini y;ang sudah berkarat semakin memudahkan gigi mudah hancur karena material regulator sudah tidak sekuat komponen yang baru.

Regulator pengganti yang sudah siap diinstal pada sistem power window si City
Sebagai solusi, bengkel saya minta untuk mengganti komponen roda gigi regulator. Juga, karet sil bagian bawah yang berada di balik pintu mobil juga diganti. Oh ya, onderdil pengganti roda gigi regulator ini sebenarnya adalah barang bekas, yang menjadi inventaris bengkel. Meski demikian, perlu sedikit modifikasi pada komponen regulator secara keseluruhan agar part pengganti tersebut bisa dipasangkan. Dan, alhamdulillah, reparasi sistem buka tutup kaca jendela si City sudah selesai dilakukan. Sistem kaca jendela sudah berfungsi normal kembali. Saya cukup membayar uang 350 ribu rupiah saja untuk servis dan reparasi power window si City ini.

Jumat, 17 April 2020

Throwback 2019 (1): Mengawal Kelahiran JMDT!


Tahun 2019 sepertinya menjadi salah satu periode yang paling berkesan bagi saya. Setelah hampir dua tahun saya merasa harus mencari “kehidupan” saya lagi, yakni sejak pulang dari Delft pada 2016, di tahun 2019 inilah ada momen-momen yang membuat saya seakan mengisi bahan bakar lagi untuk melanjutkan kehidupan yang fana di dunia ini. Oleh karenanya, tulisan ini mengawali beberapa tulisan sederhana yang sengaja saya beri titel besar: Throwback 2019, sekedar mengingatkan saya kembali akan pelajaran-pelajaran yang bisa saya petik.

Sampul edisi pertama JMDT
Salah satu momen penting bagi saya di tahun 2019 adalah kelahiran Journal of Mechanical Design and Testing. Melahirkan sebuah jurnal berarti menancapkan sebuah komitmen. Sebuah komitmen untuk memberi ruang kepada masyarakat ilmiah, para peneliti dan penulis di bidang tertentu, agar ilmu yang dititipkan pada mereka tersalurkan sebaik-baiknya dan memberi manfaat kepada komunitas mereka secara khusus dan dunia secara umumnya. Mengawal sebuah jurnal sama artinya melepas sejenak ego untuk menampilkan diri, atau narsis lewat karya-karya yang ditulis. Bukan. Tidak untuk maksud-maksud yang seperti itu, melainkan bekerja di balik layar dengan segala urusan keterbatasan dari karya-karya yang dikirimkan. Tetapi, barangkali inilah salah satu jalan memberikan sejumput manfaat untuk dunia. Welcome to the Earth, Journal of Mechanical Design and Testing. Singkatnya, ia dipanggil JMDT.


JMDT dapat diakses melalui website berikut: https://jurnal.ugm.ac.id/jmdt/index. Demikian juga deskripsi lengkap dan prosedur bagaimana mengirimkan manuskrip ke jurnal ini. Saat ini, JMDT masih berstatus jurnal nasional. Namun, saya dan teman-teman di CIMEDs yang menggawanginya, mempunyai mimpi dan komitmen membawanya menjadi salah satu jurnal internasional bereputasi di bidang teknik mesin. Kami sematkan nama berbahasa Inggris, sebagai pengingat sekaligus penanda mimpi kami itu. Jurnal ini bersifat open-access, sehingga bisa diakses oleh siapapun tanpa harus membayar untuk menjadi subscriber terlebih dahulu. So, silakan akses dan kirimkan manuskrip Anda yang sesuai dengan lingkup bidang junral ini.

Selasa, 14 April 2020

Kisah Isaac Newton di Tengah Masa Lockdown

Judul di atas bukanlah lelucon di tengah masa karantina akibat wabah COVID-19 yang terjadi pada saat ini. Tetapi memang benar adanya. Beberapa waktu lalu, di awal-awal booming tentang wabah virus Corona ini, saya membaca sejumlah tulisan tentang Isaac Newton, ilmuwan kesohor dari negeri Britania Raya yang juga pernah mengalami periode kelam saat wabah mendera negeri itu. Terinspirasi cerita ini, saya lekas membuka koleksi perpustakaan pribadi yang ternyata juga menyimpan dua buah buku tentang Isaac Newton. 

Salah satu buku yang saya simpan berjudul: Isaac Newton, karya Michael White; merupakan bagian dari seri buku ilmuwan yang mengubah dunia terbitan PT Gramedia Pustaka Utama pada tahun 1992. Buku aslinya diterbitkan di Inggris oleh Exley Publications Ltd. tahun 1991. Saya mendapatkan buku ini sekira tahun 1996 di sebuah toko buku di Jogja.

Sampul buku "Isaac Newton", karya Michael White
Newton adalah salah satu orang hebat yang pernah lahir di muka bumi ini. Kalau tidak salah, seorang penulis buku -saya lupa namanya dan judul buku yang ia tulis- menobatkan Sir Isaac Newton sebagai tokoh kedua yang paling berpengaruh di dunia, di bawah Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Lewat Newton, tercetus banyak hukum-hukum fisika yang mendasari ilmu mekanika dan revolusi industri di masa-masa selanjutnya. Konon, sebelum kemunculan Albert Einstein dengan teori relativitasnya, teori-teori mekanika dari Newton adalah yang paling berpengaruh, sehingga teori mekanika Newton banyak yang menyebutnya sebagai mekanika klasik.

Di buku yang saya koleksi ini, ada cerita menarik tentang Newton di tengah masa lockdown akibat wabah yang mendera Kota London dan sekitarnya. Wabah tersebut menyebar hingga sampai ke Cambridge, tempat kuliah Newton, dan kota-kota lain di Inggris. Daripada saya bercerita panjang lebar, mungkin lebih baik saya tulis ulang teks dalam buku itu, terutama pada bagian yang bercerita tentang bencana wabah tersebut. Oke, saya tulis seperti di bawah ini ya.

***

Mengungsi dari Bencana Wabah

Newton telah menghasilkan temuan-temuan besar ini ketika ia masih mahasiswa. Akan tetapi dalam bulan April 1664, sesudah belajar selama tiga tahun, ia berhasil memperoleh beasiswa. Ia dibebaskan dari status sebagai mahasiswa subsizar, sehingga tidak lagi harus mengerjakan tugas-tugas kasar yang diwajibkan kepada seorang mahasiswa miskin. Setahun kemudian, tahun 1665, ia berhak menyandang gelar Bachelor of Arts, sebuah gelar ayng dengan sendirinya diberikan setelah menyelesaikan kurikulum empat tahun di universitas. Ini berarti bahwa ia dapat tinggal empat tahun lagi di Trinity College, unutk terus menggali ilmu dan pengetahuan yang disukainya. 

Newtan langsung tenggelam dalam pengembangan gagasan-gagasannya tentag bagaimana cahaya berperilaku dan pada waktu yang sama emulai penelitiannya terhapdap gravitasi dan bagaimana planet-planet beredar dalam lintasan masing-masing.

Meskipun demikian, awal kegiatan eksperimen resminya di Cambridge terpaksa terhenti. Dalam musim panas 1665 sebuah malapetaka besar mengancam seluruh negeri. Tak seorang pun mampu mencegahnya dan hampir tak seorang pun akan mampu bertahan terhadap serangannya. Wabah penyakit yang luar biasa sudah pasti dan seegra akan menyerang.

Wabah dimulai di London tempat orang tinggal dalam lingkungan yang berhimpitan dan kondisi yang sangat tidak sehat. Dalam waktu singkat wabah itu memporakporandakan kota London. Ribuan orang tewas sesudah mengalami penderitaan yang hebat. Setiap korban mengalami demam yang sangat tinggi serta tubunya penuh dengan binitil-bintil merah yang menjijikkan, dan dalam waktu tidak begitu lama nyawanya terenggut sesudah mederita kesakitan. Mayat-mayat dikumpulkan dan diangkut dengan kereta-kereta besar, kemudian dikuburkan secara massal di tempat yang jauh dari kawasan penduduk. Di beberapa wilayah jumlah korban yang tewas lebih besar dari yang selamat. Selanjutnya, dalam bulan-bulan pyang panas tahun 1665, wabah mulai menyebar ke luar dari ibukota. Orang-orang yang keluar dari London membawa serta bibit penyakit yang menakutkan itu ke kota-kota lain dan menulari penduduk yang masih sehat. Pada bulan Juni 1665, Cambridge dianggap sudah terlalu berbahaya untuk dihuni, karena itu universitas sengaja ditutup. Bersama para mahasiswa lain, Newton meninggalkan Cambridge. Ia kembali ke Lincolnshire tempat ia bisa melanjutkan penelitiannya di rumah besar warisan ayahnya.

Kembali ke Rumah

Selama setahun terakhir di Trinity, Newton telah bekerja ekstra keras. Sesudah meraih gelarnya, ia mempunyai waktu lebih banyak untuk mengembangkan perelitiannya sendiri. Kendala pertama yang harus diatasi dalam pengembangan gagasan-gagasannya adalah kurangnya dasar matematika yang dimilikinya. Walaupun matematika merupakan salah satu mata kuliah yang penting dalam studinya, saat itu sedikit sekali pakar matematika di dunia yang telah mengembangkan teknik-teknik tingkat tinggi seperti yang dibutuhkannya. Karena sedikit bukan berarti tidak ada, maka ia mumutuskan untuk melacak karya tulis orang-orang langka itu di perpustakaan pusat Cambridge. 

Setelah mencari kesana dan ke mari, akhirnya Newton menemukan hasil karya seorang filsuf dan matematikawan Prancis yang tersohor, Rene Descartes, dan filsuf INggris, Henry More. Mereka adalah dua orang di antara para tokoh Gerakan “New Science”, sebuah Gerakan kalangan pemikir yang pengaruhnya menyebar ke seluruh Eropa. Gerakan ini berusaha mendobrak dinding batas antara sains modern dan matematika. 

Isaac Newton, yang ketika itu baru berusia dua puluh tiga tahun, pastilah akan terkejut andaikata ada orang dari zaman kini yang memberitahukannya bahwa beberapa tahun lagi saja ia sendiri akan menjadi slah satu anggota terkemuka klub eksklusif ini. 

Selama awal tahun 1665, masih di Cambridge, Newton membaca semua catatan yang dibuat oleh para pemikir agung tersebut, dan ketika akhirnya ia tidak menemukan yang dibutuhkannya untuk mendukung cikal bakal teori-teorinya tentang cahaya dan mekanika, hanya asatu yang dapat diperbuatnya – menciptakan sendiri matematikanya.

Maka, ketika tiba saatnya Cambridge terlalu berbahaya untuk ditinggali akibat penyebaran wabah, ia telah melakukan beberapa langkah awal yang mendukung pemecahan maslah dalam pengembangan teori-teorinya. Suasana damai dan kesendiriannya di Lincolnshire kebetulan juga menunjang proses daya ciptanya.

Di akhir musim panas, terobosan besar itu terjadi, berkat buah apel yang jatuh menimpa kepalanya. Pada saat itiulah Newton mulai mendapatkan titik terang dalam upaya memecahkan teori gravitasinya.

***

Demikianlah kisah Newton di masa lockdown akibat wabah. Kita semua mungkin tidak sekelas dan secemerlang Newton, yang di balik kesunyiannya menelurkan teori-teori fisika yang berpengaruh bagi dunia. Tetapi, apa yang bisa kita petik dari penggalan cerita di atas adalah: whoever you are, please do your best in spending your time during this Covid-19 crisis. Wabah Covid-19 ini memang membelenggu. Kita harus tinggal dan bekerja di rumah, stay and work from home, demi membantu para dokter dan tenaga kesehatan yang sedang berjibaku mengatasi cepatnya penyebaran wabah ini. Tidak mudah memang, karena kemampuan bekerja kita bisa jadi tidak maksimal lantaran tidak terbiasa dan bertambah banyaknya urusan yang harus dikerjakan saat di rumah. Tetapi, mudah-mudahan kita masih tetap menjadi hamba yang bersyukur, yang bisa terus berkarya sebaik mungkin dalam menjalani masa-masa krisis ini. 

Senin, 13 April 2020

Insiden Suatu Pagi


Suatu pagi, insiden itu terjadi. Berangkat ke kantor mengendarai si City dengan santai. Sambil menikmati cerahnya cuaca pagi itu dan siaran radio yang menghibur. Apalagi si City baru saja opname sebulan, gegara overhaul sistem transmisinya yang telah aus. Jalanan memang sedikit ramai, tetapi masih lancar. Hingga di sebuah perempatan insiden itu terjadi. 

Dukk... Kira-kira begitu suara terdengar. Saya tak menyana, mobil tua ini sebenarnya sudah meluncur pelan, sambil bersiap belok kiri yang memang dibolehkan untuk jalan terus. Namun, ternyata ada sebuah mobil pick-up yang nyelonong, tiba-tiba masuk lewat sela-sela mobil saya dan barisan motor serta mobil yang sedang mau berjalan begitu lampu hijau menyala.

Ya, mobil pick-up itu mencederai fender depan kanan si City. Baret. Lumayan kelihatan defeknya. Alhamdulillah tidak merusak bagian yang lain. Spion kanan sempat tertekuk, tapi ke dalam, dan alhamdulillah tidak rusak sama sekali. Tetapi, geram juga sebenarnya batin saya. Kenapa hanya demi mengejar lampu hijau, orang lain dirugikan. Tapi ya sudahlah. Insiden itu telah terjadi. 

Nah, fase selanjutnya yang harus dipikir. Bagaimanapun adanya defek di salah satu bagian sebuah barang klangenan (baca: peliharaan) rasanya mengganjal juga. Tak perlu menunggu lama, akhirnya channel Youtube segera saya buka; saya cari solusi ringan, cepat dan bisa dilakukan sendiri untuk mengatasi defek pada mobil saya itu. Dan tentu saja, saya mencari solusi yang murah. Sudah terbayang sebelumnya, pastilah cukup menyedot anggaran bila harus menggunakan jasa bengkel cat, meski saya pun sebenarnya punya agenda untuk mengecat mobil tua ini di kemudian hari.

Defek atau baret yang lumayan terlihat jelas pada fender sisi sebelah kanan depan si City
Akhirnya, solusi yang berhasil saya dapatkan adalah dengan menggunakan kompon (compound); benda kimia yang berupa pasta untuk memoles bagian defek tadi. Kompon saya beli di sebuah toko cat mobil, dengan asumsi urusan meluruskan bodi mobil pastilah toko cat seperti ini menjual produk-produk yang berkualitas.

Benar saja. Saya dapatkan kompon yang bisa dipakai untuk poles defek pada bodi mobil di toko tersebut. Sebut merek saja ya.  Saya beli kompon merek Farecla. Tidak lupa kain halus yang dipakai untuk memoles bagian yang defek.

Operasi poles pun berlangsung sore harinya. Berbekal ilmu dari Youtube. Pertama, bagian yang defek dibersihkan terlebih dahulu. Saya memilih menyiramkan dan meratakan air bersih pada permukaan daerah defek tersebut.
Pengolesan kompon dan penggosokan defek atau baret secara perlahan 
Langkah kedua, oleskan kompon di permukaan defek secukupnya. Lalu gosok perlahan defek tadi dengan kain halus hingga perlahan defek akan hilang. Jangan lupa gunakan sarung tangan untuk tangan kita yang memolesnya. Bila ternyata defek masih bersisa, tambahkan lagi olesan kompon dan gosok lagi hingga permukaan bodi yang defek menjadi bersih.
Meski penggunaan kompon ini bisa saya sebut berhasil, ada beberapa catatan yang bisa saya paparkan. Pertama, teknik oles kompon dan gosok memang terbukti bisa menghilangkan defek atau baret pada bodi mobil. Tetapi, teknik ini hanya berlaku untuk defek atau baret yang dangkal, goresan ringan yang tidak dalam. Lain halnya bila ternyata baret itu cukup dalam. Dioles dan digosok dengan kompon sampai kapanpun tak akan mempan. Malahan, cat pada permukaan di sekitar defek atau baret menjadi ikut pudar.
Hasil akhir: defek atau baret yang tidak terlalu dalam tidak tampak lagi. Namun, defek yang dalam tidak dapat dihilangkan dengan teknik penggunaan kompon seperti ini
Kedua, seperti yang saya sebut di atas, bahwa ternyata kompon ini memudarkan cat mobil. Penggunaanya yang berlebihan dapat memudarkan cat. Sehingga bila defek tak kunjung sirna, sementara kita sudah berulang kali menambah olesan kompon dan menggosoknya, lebih baik hentikan saja teknik ini. Akan lebih aman bila kita perbaiki di bengkel reparasi bodi mobil. Di sana ada para teknisi yang memang ahli memperbaiki kerusakan bodi mobil. Ya, tentu saja kita harus tetap sediakan dana extra untuknya.

Jumat, 10 April 2020

Distance Learning


Wabah Covid-19 yang menjadi pandemi di dunia saat ini mengharuskan umat manusia mengubah beberapa cara dalam menunjang aktivitas hidupnya. Tak terkecuali masyarakat akademik. Dunia pendidikan terkena imbasnya. Proses belajar mengajar kini tak bisa secara langsung. Tatap muka tak memungkinkan. Sebagai gantinya, model pembelajaran jarak jauh atau distance learning diterapkan, demi menghambat dan memutus mata rantai penularan virus Corona yang sangat gesit nan cepat menyebar itu.

Sumber gambar: Long-distance learning with Ecocert Expert Consulting
Masyarakat pun dihimbau bekerja dari rumah. Work from Home. Itu jargonnya. Akibatnya, internet, laptop serta gadget pastilah menjadi vital keberadaannya. Ditambah lagi slogan physical distancing atau jaga jarak antar individu untuk mencegah penularan Covid-19, menjadikan alat-alat itu sebagai piranti teknologi informasi ini semakin terasa sekali manfaatnya.

Work from Home dengan segala tantangannya mengingatkan saya 14 tahun lalu. Program S2 yang saya ikuti pada rentang tahun 2006 sampai dengan 2008 menggunakan dua metode. Unik memang. Pertama, kuliah konvensional, dengan dosen dan ruang di alam nyata seperti sekolah pada umumnya. Yang kedua, kuliah jarak jauh dengan ruang virtual dan dosen lintas negara.

Yang kedua ini cukup menantang. Ketika kuliah jarak jauh, jauhnya tak tanggung-tanggung, sampai lintas benua, yang tentunya berselisih waktunya. Pesertanya bukan hanya mahasiswa dan dosen dari Jogja dan Bandung, tetapi juga dari Groningen (Belanda), Ghent (Belgia), Leeds (Inggris) dan Delhi (India). Jadi kalau perkuliahan diajar oleh dosen dari Belanda, maka para dosen itu biasanya memulai kuliahnya masih dalam keadaan segar karena masih jam 9 pagi. Tetapi, mahasiswa-mahasiswinya yang di Bandung dan Jogja sudah kuyu keadaannya, lantaran sudah pukul 14 siang. Sudah lelah dengan kuliah di dunia nyata di pagi harinya.

Kendala bahasa dan kultur juga pastilah ada. Masih ingat, betapa amburadulnya Bahasa Inggris saya ketika itu. Hahahaa... Kultur kerja, sosial dan akademik orang Asia dan Eropa juga "dibenturkan", dan lagi-lagi tidak sama. Mahasiswa dari Eropa cenderung aktif, sementara mahasiswa dari Asia (baca Indonesia) tampak kalem-kalem saja, tidak sering acungkan jari untuk bertanya. Belum lagi beda kultur dan pola pikir antara orang medis dan teknik yang cukup kentara, sebab saya kuliah di program studi yang masih fresh saat itu: biomedical engineering.

Yang juga menantang adalah masih terbatasnya platform dan kemampuan jaringan internet untuk kuliah jarak jauh kala itu. Masih segar dalam ingatan, platform andalan waktu itu adalah Yahoo Messenger. Skype masih merupakan barang baru. Dan video call sulitnya minta ampun, lantaran kecepatan internet di negeri ini yang masih amat terbatas. Jadilah, chat meet via Yahoo Messenger sering menjadi solusinya.

Belum lagi ketika tugas-tugas kuliah harus dilembur, tak mungkin dikerjakan di kampus. Di era sekarang, dunia seperti dalam genggaman, lantaran handphone kita ini kelewat canggih dan hampir selama 7 hari 24 jam terkoneksi dengan internet. Lancar pula. Empat belas tahun silam, jangankan di rumah, online dengan fasilitas di warnet (baca: warung internet) yang konon paling joss saja tidak menjamin bagus koneksinya. Pergi malam-malam jelang dini hari ke warnet hanya untuk mengirim tugas via email adalah hal yang biasa waktu itu. Belajar dari channel Youtube? Alamak.. lelet sekali internet di jaman itu. Sering buffering dan menghabiskan 'jam main' internet di warnet.

Namun, di tengah tantangan nan deras itu, akhirnya masa-masa itu selesai juga dan bisa dilalui. Terlampaui juga, setelah hampir dua tahun bergumul dengan dengan model kuliah jarak jauh semacam ini. Impressive, isn't it.

Ketika booming kuliah jarak jauh terjadi akibat pandemi Covid-19 yang saat ini terjadi, masih saja muncul keluh kesah. Kuliah online itu tidak menyenangkan, susah, tidak interaktif, tidak maksimal, membuat mati kutu di depan layar monitor, menyedot banyak kuota internet dan sebagainya. Juga para dosen mengeluh tak bisa memastikan mahasiswanya itu aktif atau tidak, belajar atau tidak, paham atau tidak di kelas virtual. Ya memang benar begitulah. Dalam beberapa kesempatan saya pun menemui permasalahan itu. Namun, memang tidak ada cara lain di tengah situasi yang tidak kondusif seperti ini.

Mungkin kita perlu ambil nilai positifnya. Bahwa kuliah jarak jauh itu menuntut tanggung jawab pribadi masing-masing dosen/guru dan mahasiswa/siswa untuk belajar. Keberhasilan menguasai materi sangat tergantung pada upaya dan keaktifan masing-masing dalam belajar. Dosen atau guru membuat mata pelajaran atau mata kuliah yang mudah dipahami dan memudahkan peserta didik untuk belajar, meski ada jarak fisik yang terpaut jauh. Sementara, siswa atau mahasiswa ya yang pro-aktif, bertanggung jawab atas apa yang harus ia lakukan atau pelajari.

Kalau saja pengajar dan siswa sama-sama bersemangat mencari ilmu, atas nama rasa ingin tahu, ya pastilah kendala-kendala distance learning yang tersebut di atas bisa diminimalkan. Semua sama-sama punya bahan bakar untuk belajar, suka akan hal baru, sehingga seberat apapun medannya kita akan terus berusaha untuk menguasai materi yang dipelajari. Memang, urusan kecepatan mahasiswa atau siswa untuk paham harus sedikit kita tinjau ulang. Karena belajar mandiri itu tetap perlu waktu yang biasanya lebih panjang daripada siswa atau mahasiswa yang “diceramahi” atau bahkan “didoktrin” di kelas. Ya, tetapi poin pentingnya 'kan tetap belajar. Apapun hasilnya, yang terpenting adalah proses. Proses belajar, yang kalau dijalani serius dan benar insyaAlloh akan membuahkan hasil yang berkah dan bermanfaat.

Kamis, 09 April 2020

Yeeaa, Sudah Resmi!


Agenda lanjutan begitu mobil tua nan bekas ini lunas saya beli, adalah menjadikannya resmi secara administratif sebagai barang milik saya. Biarpun tua dan menjadikan saya sebagai orang ketiga yang memilikinya, saya tidak mau jika surat-suratnya masih atas nama pemilik sebelumnya dalam jangka lama. Kenapa? Entah, mungkin karena kebiasaan saya saja. Sebisa mungkin menggunakan barang itu ya milik sendiri, termasuk legal aspect kepemilikannya. 

Akhirnya, meski batas waktu pembayaran Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) tahunan masih terpaut tujuh bulan, saya putuskan untuk segera balik nama STNK dan BPKB mobil tua saya ini.

Sama seperti posting saya sebelumnya, segala tentang mobil tua saya ini adalah hal baru bagi saya. Urusan perawatan, bengkel, hingga surat-surat kepolisian. Namun, keuntungan era internet dan kemudahan informasi seperti saat ini, adalah bahwa kita bisa dengan mudahnya mendapatkan info-info berkaitan dengan urusan surat-surat kendaraan. 

Meski bekal info dari dunia maya sudah cukup, suatu ketika saya putuskan untuk mampir sejenak di Kantor Samsat, tempat mengurus surat-surat nomor kendaraan. Sekedar iseng menanyakan persyaratan dan biaya balik nama mobil saya. Alhamdulillah, info yang diperoleh tidak berbeda dengan apa yang saya dapat di internet. Segera saya luangkan waktu sehari penuh, sekedar berjaga-jaga apabila proses balik nama tersebut butuh waktu yang lama. 

Bekal yang saya bawa adalah surat-surat penting mobil saya, yakni STNK dan BPKB. Kuitansi pembayaran juga tak lupa dibawa, karena kuitansi inilah yang menjadi bukti kepemilikan atas mobil kita tersebut secara sah.

Proses ganti nama pemilik mobil saya lakukan di kantor Samsat. Saya diuntungkan oleh status mobil saya yang sebelumnya juga berplat nomor kota yang sama dengan tempat domisili saya, sehingga proses balik nama tidak perlu mencabut berkas-berkas mobil saya ini di Kantor Samsat kota atau kabupaten yang lain.

Sebenarnya urutan prosedur yang harus saya lakukan untuk balik nama di kantor samsat ini tidak saya ingat dengan baik. Ada prosedur yang mengharuskan saya bolak balik dari satu ruangan ke ruangan yang lain, melengkapi surat atau blangko dengan stempel dan pengesahan. Jadilah, bingung juga jika mau menuliskan satu per satu urutannya. Hehehehee.. Meski demikian, yang pasti saya ingat, adalah dilakukannya pengecekan nomor mesin kendaraan, yang dikerjakan di ruang khusus  yang disediakan untuk mobil maupun  motor.

Singkat cerita, proses mengurus balik nama kepemilikan mobil saya ini membutuhkan waktu sekitar satu jam saja. Ya, cukup cepat dan di luar dugaan saya. Salah satu faktornya mungkin karena saya memilih di awal hari, yakni sekitar jam 8 pagi, sehingga antrian belum mengular. Di akhir proses, saya diminta untuk datang ke kantor Samsat satu minggu dan dua minggu kemudian untuk menerima BPKB dan STNK baru. Dan, mereka pun tepat waktu: kedua dokumen tersebut sudah di tangan saya di waktu yang telah dijanjikan. 

Untuk mobil sedan setengah tua berusia 20 tahun, biaya yang saya keluarkan sekitar 1,3 juta rupiah saja. Angka ini hanya untuk biaya balik nama, tidak termasuk pajak tahunan. Pajak tahunan masih harus saya bayarkan beberapa bulan setelah pengurusan balik nama STNK dan ganti kepemilikan mobil ini telah selesai. Yeeaaa... sudah resmi sedan tua ini milik saya pribadi..

Rabu, 01 April 2020

Check-up Pertama


Ya namanya mobil tua, bekas lagi. Pastilah pada umumnya jeroannya tidaklah sesehat mobil baru. Yang namanya debu, kotoran dan karat pastilah juga ada dimana-mana. Belum lagi komponen-komponen yang aus lantaran usianya yang tak lagi muda. Sekalipun ketika membeli mobil tersebut kita mendapatkan jaminan dari penjual bahwa tidak ada PR, pekerjaan rumah, yang harus kita selesaikan, tetap saja kita perlu sedia dana tambahan untuk melakukan perbaikan atau pembenahan pada mobil tersebut.
Can you point out the oldest car in this photo?
Melanjutkan cerita sebelumnya, si City -panggilan mobil tua saya- saya beli dengan tanpa ba bi bu, tanpa diskusi yang panjang lebar selama berjam-jam, bahkan berhari-hari dengan pemilik sebelumnya. Proses tawar menawarnya cukup singkat, mungkin kurang dari sejam. Mungkin karena saya tidak terlalu suka menawar pada saat membeli barang, sehingga apabila barang yang saya lihat benar-benar sudah sreg di hati, sudah sesuai dengan kemauan saya, ya akan saya beli. Saya pun datang hanya berdua bersama istri saya untuk melakukan transaksi pembelian mobil ini, tanpa didampingi kawan atau orang yang cukup tahu tentang mesin atau permobilan. Nekad? Iya kali ya. Hingga saya dan istri merasa terkenang sekali dengan peristiwa ini. Hihihii..

Alhamdulillah, bak gayung bersambut, pemilik mobil tersebut adalah orang yang baik dan jujur, menceritakan apa adanya keadaan mobil. Tentang harga bagaimana? Ya, cukup beberapa menit saja kami berdiskusi dan akhirnya deal di angka 50an juta rupiah saja. Harga yang saya lihat sesuai dengan harga pasaran, jadi ya sudah, mau bagaimana lagi. Pengecekan fisik dan mesin mobil tetap saya lakukan, berbekal ilmu yang saya peroleh lewat video Youtube di channel Mas Wahid. Hehehee.. banyak ilmu permobilan yang saya dapat dari channel Mas Wahid, termasuk bagaimana mengendarai mobil matik yang sama sekali tidak saya kuasai sebelumnya. Dan, alhamdulillah tidak ada masalah umum yang cukup parah di calon mobil saya itu. Setelah akad jual beli dan pembayaran secara transfer telah lunas dan selesai, mobil bekas inipun beralih ke tangan saya. 


Tibalah agenda saya selanjutnya. Bagaimanapun juga saya tetap perlu memeriksakan kondisi mobil saya ini. Bekas, dan berusia 20 tahun; pastinya ada hal-hal yang tak terlihat oleh saya yang perlu diperiksa dan diperbaiki. 


Bagi saya yang teramat awam secara praktek soal memelihara mobil ini, mencari bengkel yang tepat dan nge-klik di hati pastinya tidak mudah. Tak berpikir panjang, saya akhirnya memilih bengkel resmi merek mobil saya sebagai tempat tujuan. Alasannya mungkin kelewat personal. Selain alasan keawaman saya di atas, saya juga berkeyakinan, bengkel resmi pastinya akan memberikan jaminan penuh atas pelayanan dan servisnya. Pasti dan seharusnya begitu, karena dia membawa nama baik perusahaan produsen mobil yang bersangkutan. Kedua, saya berkeyakinan akan lengkapnya peralatan di bengkel resmi seperti ini. Ya pastilah, mana mungkin bengkel resmi bertaruh nama dalam soal perbaikan mobil-mobil dengan merek yang dipegangnya. Tentu saja, harga servis pastinya lebih mahal dibandingkan jasa yang diberikan oleh bengkel-bengkel non-resmi.


Alhasil, langkah saya menuju salah satu bengkel resmi Honda di Jogja sama sekali tak diliput keraguan. Masuk ke bengkel tersebut rupanya adalah kali pertama saya. Sempat kikuk karena saya tak pernah punya pengalaman sama sekali menuju bengkel mobil. Ada sedikit kebingungan begitu moncong mobil masuk ke pelataran depan bengkel. Untungnya, petugas security sigap membantu dan mengarahkan kemana mobil saya harus masuk. 


Pemeriksaan pertama adalah kondisi roda, yang prosesnya relatif cepat karena cukup menggunakan sensor di lorong koridor masuk bengkel. Hasilnya langsung jadi dan disampaikan saat saya mendaftarkan mobil untuk diservis. Hasil pemeriksaan ban mobil saya membuat saya memutuskan untuk mengganti ban depan sebelah kiri yang memang sudah tampak lebih aus daripada ketiga ban lainnya.


Proses servis keseluruhan membutuhkan waktu kurang lebih 2,5 jam. Cukup lama. Namun, kebosanan bisa teralihkan dengan adanya ruang tunggu yang lumayan nyaman di bengkel. Perhatian saya banyak tertuju pada dinding kaca ruang tunggu yang memungkinkan pelanggan bengkel menengok situasi bengkel, bagaimana para operator bekerja dan menilik dari kejauhan mobil masing-masing. Saya pun memanfaatkan kesempatan ini sepuas-puasnya, menatapi berbagai mobil keluaran Honda di Indonesia yang sedang dalam perbaikan. Ada rasa suka, lantaran membuka ingatan tentang kegandrungan saya dengan mobil di masa kecil. Sedikit cerita, seingat saya mobil-mobilan adalah mainan terbanyak saya ketika kecil. Bahkan saya masih ingat, ada berbagai mobil die-cast yang bentuknya benar-benar mirip pemberian orang tua saya. Seperti anak-anak era ’80 dan ‘90an, saya pun gandrung dengan film seri TV Knight Rider, yang tokoh utamanya adalah sebuah supercar hitam legam nan cantik dan superkeren. Beranjak remaja, saya pun mulai membaca tabloid atau majalah mobil, misal Otomotif. Meski banyak istilah yang sebenarnya saya tak begitu paham, tetapi saya menikmati tiap gambar maupun tulisan di media-media tersebut. Bahkan, akibat sering membaca tabloid Otomotif, saya sempat bermimpi ingin membeli mobil dengan uang saya sendiri. Impian saya waktu itu adalah sebuah sedan Honda Accord Executive yang dirilis tahun ‘80an. Meski pada tahun ‘97an mobil ini sudah tergolong tua, entah kenapa saya suka dengan sedan bongsor tersebut. 


Yang jelas, sembari menunggu proses pemeriksaan dan perbaikan mobil selesai, diam-diam mata saya selalu tertuju pada mobil saya. Mobil tua berwarna silver itu memang tampak berbeda dari mobil-mobil lainnya. Ketika itu, saya sama sekali tak menemukan mobil-mobil Honda yang seangkatan dengan mobil saya. Mayoritas didominasi oleh Honda Brio, Mobilio, HR-V, dan segelintir mobil mahal keluaran Honda seperti Civic dan CR-V yang rilis di tahun-tahun belakangan. No problem, you are old but gold. Ada bisikan saya yang terlantur ketika menatap mobil tua saya. Ya, punya mobil tua atau setidaknya beranjak tua, kadangkala bisa membuat orang melirik. Suatu ketika, dalam kesempatan lain berkunjung ke bengkel Honda itu, sayup-sayup istri saya mendengar seorang ibu sepuh berkata pada suaminya yang baru saja memarkir mobil baru mereka untuk diservis, “Pak, mobil seperti ini kok masih jalan ya. Tahun berapa ya (keluaran mobil ini)?” Hehehee… 


Dua setengah jam berlalu. Pemeriksaan dan perbaikan mobil saya pun berakhir. Secara umum, mobil masih dalam keadaan sehat wal afiat. Mesin masih cukup baik. Meski demikian, terkuak juga beberapa PR yang menjadi nilai minus dari mobil tua saya ini. Sektor kaki-kaki perlu perbaikan, bahkan penggantian, meskipun masih bisa ditunda selama beberapa waktu. Ya, saya baca di beberapa sumber, bahwa kelemahan mobil keluaran Honda yang paling dikenal adalah kaki-kaki. Kedua, mobil saya ini ternyata cukup keras getarannya. Ketika dalam keadaan idle sekalipun, getaran mesin cukup terasa, mungkin sekeras bus kota jaman saya sekolah dulu. Benar saja, engine-mounting si City ini harus diganti, Materialnya sudah terlampau getas, sehingga getaran mesin masuk ke dalam kabin. Mungkin saja, komponen ini belum pernah diganti sama sekali selama 20 tahun. Bagaimana cerita pengalaman saya menyelesaikan PR tersebut? Tunggu saja tulisan saya selanjutnya.